IDXChannel - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemerintah perlu benar-benar mencermati dampak dari kenaikan harga BBM subsidi. Itu karena akan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi.
Menurut Bhima, wacana kenaikan harga BBM saat ini terjadi berbarengan dengan inflasi bahan pangan (volatile food) yang hampir menyentuh 11% secara tahunan per Juli 2022.
"Masyarakat kelas menengah rentan juga akan terdampak, mungkin sebelumnya mereka kuat beli Pertamax, tapi sekarang mereka migrasi ke Pertalite dan kalau harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah bisa saja korbankan belanja lain," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal, Minggu (28/8/2022).
Sehingga menurut Bhima bisa saja yang tadinya masyarakat ini mampu menyisihkan uangnya untuk membeli kebutuhan tersiernya, ataupun mulai mengambil cicilan rumah, dan lain sebagainya justru mulai berhemat dan dikalahkan kebutuhan tersebut untuk belanja BBM.
"Imbasnya apa? Permintaan industri manufaktur bisa terpukul, serapan tenaga kerja bisa terganggu. Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar," kata Bhima.
Sehingga pada akhirnya daya beli masyarakat turun tajam, serapan tenaga berkurang, bahkan menurut Bhima Indonesia bisa menyusul negara lainnya yang masuk ke fase stagflasi.
"Jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase Stagflasi. Imbas nya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam," ucapnya.
Bhima menyebutkan masih banyak alternatif yang sebenarnya bisa menjadi opsi pemerintah untuk kembali mengatur porsi dan memilah skala prioritas. Salah satunya dengan tidak memprioritaskan pembangunan infrastruktur sehingga tidak mengorbankan masyarakat.
(FRI)