sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kajian ReforMiner: Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Perlu Intervensi Kebijakan 

Economics editor Yanto Kusdiantono
10/08/2024 11:07 WIB
Lembaga kajian energi ReforMiner Institute menilai pengembangan panas bumi sebagai sumber energi masih perlu intervensi kebijakan.
Kajian ReforMiner: Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Perlu Intervensi Kebijakan. (Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy)
Kajian ReforMiner: Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Perlu Intervensi Kebijakan. (Foto: Dok. Pertamina Geothermal Energy)

Dia mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) kapasitas terpasang listrik panas bumi hingga 2023 baru sekitar 12,99 persen dari total potensi yang dimiliki. Produksi listrik panas bumi dilaporkan hanya 0,20 persen dari total produksi listrik negara itu. 

Faktor penyebab industri panas bumi di AS yang relatif belum berkembang di antaranya adalah karena proses penemuan cadangan yang memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang cukup panjang. Proses perizinan usaha panas bumi di negara Paman Sam juga cukup panjang dan menjadi kendala utama.  Kendati demikian, harga listik panas bumi di AS lebih murah yakni hanya USD0,03 per kWh, di bawah harga listrik rata-rata yang sebesar USD0,15 per kWh.    

Kondisi berbeda terjadi di Filipina dan Turki. Rata-rata harga listrik panas bumi dari kedua negara tersebut tercatat lebih tinggi dari rata-rata harga listrik nasional masing-masing negara. Realisasi pengembangan panas bumi dari kedua negara tersebut juga cukup progresif. Hingga 2023, kapasitas terpasang listrik panas bumi Filipina dan Turki masing-masing sekitar 48,03 persen dan 37,58 persen dari total potensi panas bumi yang dimiliki oleh masing-masing negara. 

Negara lainnya, Kenya memiliki porsi terpasang sebesar 9,85 persen dari potensi panas buminya, kemudian Islandia 17,72 persen, dan Meksiko 39,04 persen dari total potensi yang dimilikinya. 

Menurut ReforMiner, beberapa kebijakan yang mendorong akselerasi pengembangan panas bumi di negara lain seperi Filipina yakni; adanya insentif berupa pengurangan porsi bagian pemerintah dari pendapatan kegiatan usaha panas bumi, adanya insentif fiskal melalui pengurangan pajak dan tax holiday, penerapan bebas bea impor untuk pengadaan alat dan mesin, memberikan subsidi untuk pengembangan R&D industri panas bumi dan mempermudah ketersediaan data untuk pengembang panas bumi swasta. 

Adapun di Turki pemerintahna menerapan kebijakan antara lain; memberikan insentif investasi untuk industri panas bumi skala tertentu,  menerapkan kebijakan custom duty exemption, VAT exemption, permission for credit allocation. Kemudian ada juga kebijakan penerapan kebijakan feed-in-tariff dengan garansi pembelian listrik selama 10 tahun, dan penerapan kebijakan yang mewajibkan dilakukankannya studi eksplorasi panas bumi termasuk pengeboran 1-2 sumur per wilayah konsesi serta pengalihan lahan panas bumi kepada pengembang swasta melalui skema sewa guna usaha.

(Febrina Ratna)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement