IDXChannel - Indonesia sudah mendapat cap buruk dalam penanganan Covid-19. Bahkan Indonesia kini menjadi negara tertinggi pada kasus harian dan yang meninggal akibat Covid-19.
Karena itulah pemerintah diminta punya badan tetap untuk menangani krisis pandemi demi pemulihan ekonomi. Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar Ekonomi FEB IPB mengatakan jika pemerintah tidak bergerak dengan membentuk badan yang pasti atau permanen akan terjadi petaka.
“Kalau tidak, saya kira malah petaka. Tadi saya dengar Singapura sudah ambil keputusan mereka berdamai dengan Covid-19, nah apakah Indonesia akan seperti itu? Yang lebih pasti badan yang tepat adalah pilihan terbaik,” ujar Didin dalam konferensi virtual Quo Vadis Tata Kelola Penanganan Covid-19 oleh Narasi Institute, Jumat (9/7/2021).
Didin mengungkapkan bahwa memang dari Maret 2020 sampai hari ini penanganan Covid-19 Indonesia awalnya juga sama dengan negara lain, tergagap-gagap, ragu dan kemudian mengambil keputusan namun tidak terlalu tepat.
Permintaan adanya lembaga atau badan yang tetap ini, Didin berkaca pada tragedi Tsunami Aceh 2004. “Saya jadi ingat terjadi kontroversi menangani Covid-19 setelah agak berhasil turun dan bagaimana ekonomi akan ditangani dan kemudian kelembagaan bersifat ambil alih kan. Diawali oleh BNPB, digeser ke Erick Thohir dan terakhir ditunjuklah MenkoMarves Luhut. Padahal untuk tsunami Aceh yang tak sebesar sekarang ada badan yang tetap,” jelasnya.
Guru Besar Ekonomi IPB itu lantas mengatakan bahwa Indonesia sudah ada musibah besar dengan demokrasi otonomi daerah desentralisasi dimana rupanya tidak terlalu siap dengan krisis besar, penyakit dan krisis ekonomi. “Sekarang saking tidak sinkronnya, bagaimana genjotnya ekonomi covid kewalahan,” kata Prof Didin.
Sampai dimana, menurut Didin ada bisnis yang menekan pemerintah untuk membuka akses secepatnya, “boleh bersamaan yang menurut saya itu bertentangan dengan penanganan krisis pusat yang tidak fokus pada sisi pemerintahan itu.”
Didin kemudian melihat kasus negeri Gajah Putih, terjadi penularan varian delta besar-besaran di India dan Indonesia malah melihatnya acuh lalu bertindak seperti penanganan biasa.
“Konon menurut ahli sekarang ini varian delta inilah yang membuat (Indonesia) bukan hanya soal libur panjang, tahun baru, idul fitri, varian delta yang membuat kasus hariannya 38 ribu yang membuat kematian diatas seribu dan praktis kita menjadi tertinggi di dunia,” jelasnya.
Dengan demikian, Prof Didin mengusulkan sekarang Indonesia harus mengambil sebuah langkah besar dengan hilangkan keraguan demi kepentingan nasional dengan lembaga yang lebih permanen. (NDA)