Sementara itu, dua indikator lainnya yaitu oil and gas risk dan activity & success mendapatkan rating masing-masing sebesar 5,53 dan 6,03.
Menurut Komaidi, munculnya permasalahan pada aspek fiskal di sektor hulu migas nasional akibat hilangnya elemen fundamental dari regulatory framework pada sektor hulu migas yaitu penerapan prinsip assume and discharge. Pasalnya, sebagai landasan hukum utama dalam kegiatan hulu migas, Undang – Undang Migas No.22/2001 tidak lagi menerapkan asas lex specialis (assume and discharge).
“Melalui Pasal 31, UU Migas No.22/2001 menyebutkan bahwa perlakuan perpajakan di sektor hulu migas disesuaikan dengan ketentuan Undang–Undang Perpajakan yang berlaku,” kata dia.
Sementara itu, ujar Komaidi, pada tataran praktikal, perbaikan dapat dilakukan melalui penyempurnaan kebijakan fiskal pada skema PSC Cost Recovery, yang mencakup pengembalian prinsip assume & discharge untuk menjamin kepastian atas pajak tidak langsung; revisi PP 79/2010 jo. PP 27/2017 dengan menyederhanakan proses pengajuan insentif perpajakan tanpa persyaratan keekonomian yang berlapis; serta penegasan ketentuan fiskal terkait PBB, PPN, dan PPNBM melalui regulasi yang lebih konsisten dan otomatis. Penyusunan pedoman insentif berbasis parameter objektif (marginal field, frontier, mature field) juga diperlukan.
Penyempurnaan kebijakan fiskal pada skema PSC Gross Split juga diperlukan di antaranya melalui revisi PP 53/2017 dengan memperluas pembebasan pajak tidak langsung hingga tahap eksploitasi; pemberlakuan mekanisme pembebasan otomatis, khususnya untuk PPN/PPNBM; penyediaan fasilitas perpajakan tanpa persyaratan surat keterangan fasilitas perpajakan (SKFP); serta pengurangan PBB 100 persen untuk seluruh tahapan operasi secara otomatis.