"Liberalisasi pada konsep MBMS yang diterapkan melalui power wheeling sesungguhnya bertentangan dengan UU No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan keputusan MK tentang unbundling. Bahkan berpotensi melanggar pasal 33 ayat (2) UUD 1945," ungkap Fahmy.
Fahmy menambahkan penetapan tarif liberal berdasarkan mekanisme pasar, yang bergantung demand and supply. Pada saat demand tinggi dan supply tetap, ia mengatakan tarif listrik otomatis akan dinaikkan.
Selain itu, kata Fahmy, skema power wheeling juga berpotensi menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen, dan permintaan pelanggan non-organic dari konsumen tegangan tinggi hingga 50 persen.
"Penurunan jumlah pelanggan PLN, selain dapat memperbesar kelebihan pasokan PLN, juga dapat membengkakan beban APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN," jelas Fahmy.
Dengan begitu, Fahmy menganggap power wheeling yang merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan, melanggar UU dan UUD 1945, serta berpotensi memberatkan beban rakyat dan APBN. Ia meminta Kementerian ESDM menarik kembali usulan memasukkan skema tersebut dalam RUU EBET.
(SLF)