"Perkembangan dan momen ini juga kami perhatikan betul agar kami bisa langsung mengeksekusi langkah strategis. Seperti misalnya saat harga PLTS sudah murah, kami langsung mengeksekusi PLTS apung Cirata," tuturnya.
Darmawan menilai pasar di Indonesia telah siap untuk menyerap produk-produk EBT. Hal ini terlihat dari produk kerja sama PLN dan CEIA Indonesia sebelumnya, Renewable Energy Certificate (REC) yang habis terserap oleh pasar dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sejak diluncurkan.
Executive Vice President Pemasaran dan Pengembangan Produk PT PLN Hikmat Drajat menjelaskan, dengan penerbitan REC yang dilakukan PLN ini sudah menunjukan hasil yang sangat signifikan. Ia merinci per September ini, segmen retail menjadi pelanggan terbesar dari REC. Segmen ini berhasil menarik kurang lebih 83.000 pelanggan dengan total kapasitas REC sebesar lebih dari 250.000 unit.
Sementara untuk segmen korporasi atau enterprise, PLN berhasil mencatatkan 28 pelanggan dengan volume 13.087 unit REC.
"Maka dari itu, PLN saat ini sudah mendaftarkan tambahan kapasitas REC yang baru dari pembangkit PLTP Lahendong dengan kapasitas 80MW dan PLTA Bakaru dengan kapasitas 126MW. Setelah berhasil mendapatkan sertifikasi, maka akan ada tambahan kurang lebih 130 ribu unit REC per-bulan yang siap diserap oleh pelanggan," jelas Hikmat.
Direktur WRI Indonesia Nirarta Samadhi selaku perwakilan CEIA Indonesia menjelaskan, nantinya kerja sama CEIA dengan PLN akan lebih didetailkan dalam pertemuan COP 26 di Glasgow. Sedangkan, kesepakatan yang berlangsung Kamis (28/10) menjadi kunci utama keberlanjutan kerja sama.