"Capaian ini tidak terlepas dari kuatnya kinerja penerimaan perpajakan di tengah moderasi harga komoditas global yang ditopang oleh aktivitas ekonomi yang resilien serta hasil reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang digulirkan Pemerintah di akhir tahun 2021," kata Febrio.
Belanja negara terserap optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau 102% dari pagu APBN sehingga mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli dan mendukung berbagai agenda pembangunan (penurunan stunting, penurunan kemiskinan ekstrem, mitigasi El Nino, persiapan Pemilu, Pembangunan IKN dan infrastruktur prioritas).
Keseimbangan primer mencatatkan surplus sebesar Rp92,2 triliun, merupakan surplus yang pertama sejak tahun 2012. Secara keseluruhan, defisit fiskal pada tahun 2023 tercatat 1,65% PDB jauh lebih rendah dari target APBN sebesar 2,84%, serta defisit fiskal tahun lalu 2,35% PDB.
Risiko-risiko global perlu terus dicermati seperti tingkat suku bunga yang masih tinggi, peningkatan tensi geopolitik, geoeconomics fragmentation, peningkatan volatilitas sektor keuangan, serta peningkatan risiko debt distress bagi negara-negara dengan tingkat utang tinggi.
Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, APBN diarahkan untuk menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Pada saat yang bersamaan, pemerintah akan terus melakukan asesmen terhadap dampak dinamika global terhadap perekonomian domestik serta meningkatkan kewaspadaan.
(FRI)