Lebih lanjut, Hanung mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemantauan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Namun masih ditemukan beberapa tempat infrastruktur publik yang belum mengalokasikan 30 persen tempat promosi dan masih menerapkan biaya sewa di atas 30 persen bagi UMK, serta belum adanya koperasi sebagai pengelola atau wadah bagi UMKM.
“Selain itu, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh UMKM pada infrastruktur publik, seperti produk yang dijual kurang variatif, belum optimalnya sinergi antara pengelola dengan Pemda khususnya terkait kurasi produk unggulan daerah, hingga pengenaan tarif listrik industri pada tenan UMKM,” ungkap Hanung.
Mengatasi berbagai kendala tersebut, Hanung mengungkapkan pihaknya sedang melakukan pilot project pada 6 titik lokasi infrastruktur publik, antara lain Terminal Leuwipanjang Bandung, Bandara YIA D.I Yogyakarta, Pelabuhan Merak Banten, Pelabuhan Bakaheuni Lampung, Rest Area KM 260B Banjaratma Brebes, serta Terminal Banyuangga Probolinggo.
“Saya harap pengelola infrastruktur publik di 6 lokasi tersebut dapat berkomtimen untuk terus mendukung pemberdayaan UMKM melalui penyediaan tempat promosi dan pendampingan usaha bagi UMKM, guna memperluas akses pemasaran produk UMKM, dan meningkatkan ekonomi masyarakat lokal,” pungkasnya.
(SLF)