sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kemiskinan Ekstrem RI Capai 10,86 Juta, Ini yang Dilakukan Pemerintah

Economics editor Fahreza Rizky
26/08/2021 15:12 WIB
Angka kemiskinan di Indonesia mencapai 10,86 Juta Jiwa, atau sebanyak empat persen dari jumlah penduduk.
Kemiskinan Ekstrem RI Capai 10,86 Juta, Ini yang Dilakukan Pemerintah. (Foto: MNC Media)
Kemiskinan Ekstrem RI Capai 10,86 Juta, Ini yang Dilakukan Pemerintah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Angka kemiskinan di Indonesia mencapai 10,86 Juta Jiwa, atau sebanyak empat persen dari jumlah penduduk. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kemiskinan secara umum di Indonesia per Maret 2021 sebesar 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa.

Untuk menghadapinya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memimpin rapat pleno percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Wapres menekankan upaya pemerintah untuk mencapai target menghilangkan kemiskinan ekstrem pada akhir 2024. Kemiskinan ekstrem yang dimaksud mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu sebesar USD1,9 PPP (purchasing power parity) per hari.

“Penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) yang memuat komitmen global untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem pada tahun 2030. Namun, Bapak Presiden menugaskan kita semua untuk dapat menuntaskannya enam tahun lebih cepat, yaitu pada akhir tahun 2024,” jelas Ma'ruf dikutip dari rilis Setwapres pada Kamis (26/8/2021).

Terkait dengan pengurangan kemiskinan ekstrem, saat ini pemerintah melalui berbagai Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah telah melaksanakan banyak program yang terbagi dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok program untuk menurunkan beban pengeluaran rumah tangga miskin, dan kelompok program untuk meningkatkan produktivitas masyarakat miskin. 

Pada 2021, anggaran program dan kegiatan untuk pengurangan beban pengeluaran melalui bantuan sosial dan subsidi berjumlah Rp272,12 triliun, serta anggaran program dan kegiatan untuk pemberdayaan dan peningkatan produktivitas berjumlah Rp168,57 triliun, sehingga alokasi anggaran keseluruhan adalah Rp440,69 triliun.

Namun demikian, tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana membuat program-program tersebut konvergen dan terintegrasi dalam menyasar sasaran yang sama. Konvergensi ini penting untuk memastikan berbagai program terintegrasi mulai dari saat perencanaan sampai pada saat implementasi di lapangan sehingga dapat dipastikan diterima oleh masyarakat yang berhak.

Konvergensi yang dimaksudkan adalah upaya untuk memastikan agar seluruh program penanggulangan kemiskinan ekstrem mulai dari tahap perencanaan, penentuan alokasi anggaran, penetapan sasaran dan pelaksanaan program tertuju pada satu titik atau lokus yang sama baik itu secara wilayah maupun target masyarakat yang berhak.

Menyikapi tantangan tersebut, Wapres memberikan arahan agar semua K/L dan pemda dapat mengidentifikasi program tersebut untuk dilakukan proses sinkronisasi dan konvergensi untuk difokuskan ke wilayah kantong kemiskinan ekstrem dan memastikan bahwa rumah tangga miskin ekstrem menerima manfaat semua program tersebut.

Wapres juga memberikan arahan agar memperbaiki sistem pensasaran nasional (national targeting system). Itu bisa dimulai dengan memperbaiki penargetan berdasarkan wilayah, terutama wilayah-wilayah yang merupakan kantong kemiskinan ekstrem.

Terkait dengan hal tersebut Wapres telah meminta  Sekretariat TNP2K untuk mengidentifikasi 212 Kabupaten/Kota dari 25 provinsi yang merupakan kantong-kantong kemiskinan dengan cakupan 75% dari jumlah penduduk ekstrem secara nasional. 

Namun demikian untuk 2021 ini, sesuai arahan Presiden agar penanganan kemiskinan ekstrem dimulai dari tujuh provinsi, yang di tiap-tiap provinsi dipilih lima kabupaten sebagai fokus, sehingga sudah ditetapkan 35 Kabupaten yang berada pada tujuh provinsi tersebut.

35 kabupaten/kota ini mewakili 20% jumlah penduduk miskin ekstrem secara nasional. Kelima provinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Maluku, Papua Barat dan Papua.

Untuk tahap pelaksanaan awal pengurangan kemiskinan ekstrem di 2021 ini, Wapres memberikan arahan khusus kepada para Menteri/Kepala Lembaga untuk mendorong penguatan pelaksanaan program bansos maupun pemberdayaan di 35 kabupaten terpilih.

Selanjutnya Wapres juga meminta agar memperkuat penargetan rumah tangga ekstrem dalam fokus wilayah tadi. Untuk kepentingan tersebut, daftar 212 kabupaten/kota tersebut harus dilengkapi pula dengan informasi jumlah rumah tangga miskin termasuk rumah tangga miskin ekstrem.

“Bagi kementerian/lembaga yang memiliki program bantuan sosial bersasaran (targeted program), agar memastikan bahwa seluruh rumah tangga miskin/individu yang masuk kategori miskin ekstrem di fokus wilayah tersebut menerima bantuan sosial,” tegas Wapres.

Wapres meminta kepada Menteri Sosial agar dapat segera menyelesaikan tugas pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), agar dapat segera dimanfaatkan oleh berbagai Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk penetapan sasaran kegiatannya.

Wapres menekankan bahwa DTKS tidak hanya digunakan oleh program Kementerian Sosial saja tapi juga digunakan oleh K/L lain bahkan oleh Pemda yang memiliki program bersasaran rumah tangga.

Dengan demikian, pemutakhiran DTKS menjadi kunci. Oleh karena itu diharapkan agar perbaikan DTKS segera dilakukan dengan standar dan metodologi yang sesuai dengan praktik baik di negara lain seperti pemanfaatan proxy means test (PMT) dengan sasaran jangka pendek adalah mencari rumah tangga miskin ekstrem yang belum terdaftar sebagai penerima bantuan sosial atau yang sering disebut dengan exclusion error.

Di masa yang akan datang Wapres meminta agar tata kelola data perlindungan sosial terus disempurnakan sesuai dengan praktik baik di negara lain yang mengelompokkan data perlindungan sosial kedalam social registry sebagai induk dan data penerima manfaat (beneficiary registry) yang berisi data rumah tangga dan data usaha mikro kecil (UMK).

Hal ini berkaca pada penyaluran bantuan dalam masa pandemi Covid-19 di mana pemerintah kesulitan untuk menyalurkan kepada mereka yang tiba-tiba jatuh miskin. (TYO)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement