IDXChannel - Angka kemiskinan ekstrim di Jawa Timur naik seiring pandemi Covid-19 yang masih merebak selama tahun 2021. Hasil ini didasari pada penelitian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggandeng akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB).
Kepala Pusat Data dan Informasi Pembangunan Kemendes PDTT Dr. Ivanovich Agusta menegaskan pentingnya kevalidan data untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di Jawa Timur.
“Kemiskinan ekstrim di Indonesia harus diiringi strategi penanganan dengan berbasis pada data yang kuat”, ungkap Agusta, merespon hasil survei Konsolidasi data penanganan kemiskinan ekstrim desa di Jawa Timur.
Selama ini, data kemiskinan baru setelah pandemic harus dikroscek kembali pada grassroot di desa. “Data riset ini sebagai strategi berbasis penanggulangan berbasis satu nama satu alamat atau by name by address”, ujarnya.
Ketua tim peneliti Lukmanul Hakim menyebut, dari 38 kabupaten kota di Jawa Timur, Kemendes PDTT memetakan ada empat kabupaten di tiga Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil), dari lima Bakorwil yang menjadi pilot projects penanggulangan kemiskinan ekstrim. Dari sana tim peneliti FISIP UB bekerjasama dengan Kemendes PDTT memetakan lagi ada lima kecamatan, dengan masing-masing kecamatan lima desa diambilkan sampel, selama 10 hari sejak 1 – 10 Desember 2021.
"Penelitian ini menyasar empat kabupaten di Lamongan, Probolinggo, Bojonegoro, dan Bangkalan dengan total 100 desa di empat wilayah tersebut," kata Lukmanul Hakim, pada Jumat (31/12/2021).
Dimana ditemukan sebuah fakta dari penelitian di empat wilayah tadi, Lukman menyebut Covid-19 menyumbang kenaikan angka kemiskinan. Sehingga beberapa masyarakat yang tadinya masuk kategori miskin biasa, karena Covid-19 berubah masuk menjadi kemiskinan ekstrim.
“Jadi Covid-19 ini menyumbang kemiskinan ekstrim, sebelumnya sudah miskin, tapi kena Covid-19, kehilangan pekerjaan, pendapatan berkurang, jadi lebih ekstrim kemiskinannya,” ujar pria juga Ketua Program Studi (Prodi) S3 Universitas Brawijaya.
Sementara itu anggota tim peneliti Habibi Subandi mengungkapkan, pengambilan sampel penelitian didasari pada indikator pendapatan kemiskinan ekstrim dari Bank Dunia. Dimana dari Bank Dunia mengkategorikan kemiskinan ekstrim di Indonesia memiliki pendapatan kurang dari Rp 820.000 per bulannya atau Rp 27.303 per harinya.
"Asumsi itu didapat dari kebutuhan seorang individu untuk membeli makanan dengan standar kalori minimum yaitu 2.100 kilo kalori per hari ditambah dengan kebutuhan dasar non makanan lainnya," ungkap Habibi.
Dari indikator itu, terdapat temuan yang berbeda antara data kemiskinan yang diambilkan dari data Surat Keputusan (SK) bupati di masing – masing daerah, dengan verifikasi yang dilakukan tim peneliti terdapat selisih. Dimana jumlah penduduk dengan kemiskinan ekstrim di tiap kabupaten lebih banyak dari data yang tertera pada SK bupati.
“Hal ini juga dibarengi dengan batas kemiskinan dari Pemerintah Daerah dan Pusat yang punya rujukan berbeda”, ujar dosen di Program Studi (Prodi) Ilmu Politik UB ini.
Berdasarkan data BPS Jawa Timur 2021, terdapat 772,63 ribu penduduk berstatus miskin yang tersebar di empat kabupaten lokasi survei, yakni Lamongan sebanyak 166,82 ribu penduduk, Kabupaten Probolinggo dengan 223,32 ribu penduduk miskin, Kabupaten Bojonegoro sebanyak 166,52 ribu penduduk, dan Bangkalan dengan 2115,97 ribu penduduk.
Dimana dari hasil survei ditemukan fakta terdapat selisih 0,7 persen di Lamongan dari data SK Bupati sejumlah 1.191 penduduk, tetapi yang terverifikasi di lapangan sebanyak 1.392 penduduk, di Kabupaten Bojonegoro selisih 4,3 persen dari data SK bupati sebanyak 7.162, dengan data yang ditemukan tim di lapangan sebanyak 7.280 penduduk miskin ekstrim.