“Seolah sepeda motor ini sebagai pengganti angkutan umum. Ini gawat pemikiran Kepala Daerahnya,” kata Djoko.
Lanjutnya, keberadaan transportasi umum ilegal ini ada lantaran adanya kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi angkutan umum legal. Ia mencontohkan, masyarakat yang bekerja di Jabodetabek asalnya dari pedesaan. Dimana di pedesaan sudah sulit menemukan terminal. Yang tersedia hanyalah angkutan umum ilegal yang bisa menjangkau sampai Jabodetabek. Inilah yang mengakibatkan travel gelap masih dicari para pengguna.
“Dengan adanya peluang beroperasi angkutan umum ilegal, sehingga semakin berkembang pesat disaat pandemi kemarin,” terang dia.
Menjamurnya travel hitam ini, menurutnya tidak jauh karena adanya perlindungan dari oknum aparat hukum yang bekerja sama dengan perantara atau makelar.
Para oknum ini melihat adanya keterbatasan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan yang hanya bisa menertibkan angkutan di dalam terminal. Maka mereka beroperasi di luar terminal. Sehingga jika masyarakat yang mau ke terminal dan ingin praktis tanpa harus jalan jauh ke dalam terminal, akhirnya menggunakan jasa oknum hitam ini walaupun konsumen tidak mendapatkan asuransi perlindungan. (TIA)