IDXChannel - Krisis properti masih membelit perekonomian negara China. Para taipan negeri Tirai Bambu yang menguasai bisnis tersebut pun kehilangan harta lebih dari USD100 miliar atau setara Rp1.589 triliun (kurs Rp15.886 per USD).
Melansir Bloomberg (5/4/2024), kebangkitan pasar perumahan China selama beberapa dekade terakhir telah mendorong terciptanya gelombang akumulasi kekayaan terbesar dalam sejarah, yang melahirkan puluhan miliarder. Setidaknya, 10 dari para taipan properti ini masuk ke dalam jajaran 500 orang terkaya di dunia.
Namun, keruntuhan sektor real estat China dalam beberapa tahun terakhir akhirnya menghancurkan kekayaan, menghapus lebih dari USD100 miliar pundi-pundi harta para taipan tersebut. (Lihat tabel di bawah ini.)
Melansir data kekayaan dari Bloomberg Billionaires Index, per 31 Maret 2024, berikut para taipan properti yang boncos besar karena krisis properti China.
- Hui Ka Yan
Hui Ka Yan adalah pendiri dan CEO China Evergrande Group yang didirikan pada 1996.
Hui dikabarkan pernah memiliki pengaruh tak terbatas dengan politisi dan mengendalikan sebuah kerajaan bisnis yang mencakup real estat hingga kendaraan listrik.
Saat ini Hui dilaporkan berada dalam tahanan polisi, dan seorang kreditur telah menyita dua rumah mewahnya di Victoria Peak, Hong Kong. Regulator sekuritas China mengatakan bahwa dalam dua tahun hingga 2020, Hui dan pihak lain di Evergrande melakukan penipuan dengan manipulasi yang meningkatkan pendapatan perusahaan sebesar USD78 miliar. Ini bahkan menjadi salah satu kasus penipuan terbesar yang pernah ada.
- Wang Jianlin
Wang Jianlin adalah pendiri dan CEO Dalian Wanda Group yang didirikan 1988. Wang Jianlin sebelumnya dikabarkan melepaskan sebagian besar kerajaan hiburan dan saham miliknya di klub sepak bola Spanyol Atletico Madrid dalam beberapa tahun terakhir.
Wang pada bulan Desember setuju untuk menyerahkan kendali atas unit pusat perbelanjaannya sebagai bagian dari kesepakatan senilai USD8,3 miliar untuk menghindari kemarahan investor. Dalian Wanda Group mengelola hampir 500 saham megamall di 230 kota di seluruh China. Wang juga pernah menjadi orang terkaya China, namun saat ini pihak luar telah memegang 60 persen saham mall miliknya.
- Yang Huiyan
Yang Huiyan adalah pemimpin perusahaan properti Country Garden yang juga mengalami gagal bayar utang obligasi kepada investornya. Perusahaan ini didirikan sejak 1992.
Perusahaan ini mengguncang pasar pada Oktober 2022 lalu ketika gagal membayar utang dalam nominal dolar. Saat ini, Country Garden masih berupaya membayar utang obligasi tersebut dalam mata uang yuan.
Namun, sulitnya penjualan properti bagi perusahaan konstruksi tersebut semakin memburuk, dengan kontrak bulan Maret anjlok 83 persen dari tahun sebelumnya, dibandingkan penurunan 75 persen di bulan Januari. Pada Maret, Country Garden melewatkan pembayaran obligasi yuan untuk pertama kalinya dan mengatakan pihaknya menghadapi penundaan dalam melaporkan hasil keuangannya. Imbasnya, perusahaan dituntut untuk melakukan likuidasi aset.
- Wu Yajun
Wu Yajun adalah salah satu pendiri Longfor Group Holdings yang didirikan pada 1993. Dengan alasan masalah kesehatan, Wu mengundurkan diri sebagai ketua Longfor pada tahun 2022 dan menyerahkan bisnis yang ia dirikan kepada tim manajemen profesional.
Perusahaan ini adalah salah satu dari sedikit perusahaan di sektor properti yang berhasil menghindari gagal bayar obligasinya, dan ketahanannya didukung oleh bisnisnya dalam penyewaan ruang ritel.
Namun laba inti perusahaan ini pada tahun 2023 meleset dari perkiraan, sehingga menambah masa sulit bisnis propertinya di masa depan.
- Kei Hoi Pang
Kei Hoi Pang adala pimpinan Logan Group yang didirikan pada 1996. Logan pernah menjadi perusahaan konstruksi dengan penjualan terbesar ke-20 di China.
Logan juga merupakan salah satu pengembang yang menghadapi kesulitan hukum di Hong Kong di mana para kreditur menuntut perkembangan penyelesaian utang perusahaan.
Kei tahun lalu mengajukan rencana restrukturisasi, namun rencana tersebut menemui hambatan pada Januari karena kreditur bank berpisah dengan pemegang obligasi.
Namun pada bulan Februari, Kei berhasil mengatasi tantangan tersebut dan berupaya untuk menghidupkan kembali kinerja perusahaan.