Toha menambahkan, dalam menjaga ESG industri nikel punya keinginan yang sama dan komitmen yang sama untuk bagaimana kegiatan penambangan, pengolahan nikel punya environmental dan social responsibility yang baik. Sehingga, kegiatan penambangan dan pengolahan kita menjadi lebih tersistem dan lebih berkelanjutan.
“Tapi tolong jangan jadikan kampanye soal lingkungan itu sebagai hidden agenda untuk membatasi kegiatan hilirisasi yang akan kita lakukan karena seringkali yang terjadi adalah ESG itu dijadiin senjata untuk membatasi negara-negara tertentu untuk mengarah ke industrialisasi,” kata dia.
Dia menilai, isu negatif pada kebijakan hilirisasi mineral datang ketika secara massif pada 2015 Indonesia mengubah lansekap industri nikel. Dari awalnya Indonesia eksportir raw material (bijih nikel) menjadi eksportir produk nikel.
Toha menegaskan, Indonesia tidak boleh mundur dari kebijakan hilirisasi mineral meskipun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Sebab, kebijakan hilirisasi mineral ini harus terpusat dan terintegrasi antar kementerian, mengingat banyak manfaat dari kebijakan ini, dari pendapatan negara sampai penyerapan tenaga kerja.