IDXChannel - Kesuksesan penyelenggaraan Piala Dunia 2022 sepertinya benar-benar menjadi pertaruhan bagi Pemerintah Qatar dalam percaturan perekonomian dan politik internasional.
Bila berhasil dan dapat berjalan dengan sukses sesuai rencana, penyelenggaraan Piala Dunia diyakini bakal dapat mengantarkan sosok Emir Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani sebagai penguasa Qatar untuk menapaki puncak panggung global.
Namun sebaliknya, bila penyelenggaraan event empat tahunan tersebut dirasa gagal, maka dianggap bakal membawa Qatar menjadi bahan olok-olokan dunia, sekaligus menjadi momen yang paling dinikmati bagi musuh-musuh Arab yang selama ini membenci Qatar, lantaran mendukung gerakan-gerakan Islam yang dilarang.
Sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (18/11/2022), Penguasa Qatar berusia 42 tahun tersebut sangat berharap penyelenggaraan turnamen itu dapat berjalan lancar, sehingga akan membawa Qatar sebagai pemain global yang sah. Selain itu, kesuksesan tersebut diharapkan dapat menunjukkan kepada para rival regional Qatar, sekaligus menenangkan kaum konservatif dalam negeri, yang telah tersinggung oleh kritik internasional terhadap penyelenggaran politik di negara mereka.
Sejak awal diumumkannya Qatar sebagai tuan rumah, Piala Dunia Qatar 2022 memang dirundung berbagai kontroversi, mengingat posisi negara tersebut sebagai negara monarki absolut teluk pertama yang dipercaya menjadi tuan rumah.
Iklim gurun di negara tersebut juga menyebabkan penyelenggaraan Piala Dunia kali ini diadakan pada akhir musim gugur, bukan di musim panas seperti lazimnya penyelenggaraan-penyelenggaraan sebelumnya. Hal ini sekali lagi menimbulkan kemarahan sejumlah pihak, dan memicu spekulasi tuduhan bahwa pihak Qatar telah melakukan suap terkait penunjukannya sebagai tuan rumah.
Tak hanya itu, Qatar juga panen tuduhan atas sejumlah dugaan pelanggaran hak azasi manusia terhadap para pekerja pembangunan stadion dan beraneka ragam fasilitas penunjang penyelenggaraan Piala Dunia. Atas berbagai tuduhan itu, pihak Qatar telah menolak tegas, namun tetap menyisakan kedongkolan di kedua pihak.
Kini, semua mata masyarakat dunia, terutama para pecinta sepak bola, tertuju pada negara kecil tersebut yang menjadi tuan rumah dengan menghabiskan biaya mencapai USD220 miliar.
Sebagai perbandingan, total biaya yang dikeluarkan Qatar itu setara dengan 20 kali lipat anggaran yang dikeluarkan Pemerintah Rusia, saat menghelat Piala Dunia untuk edisi 2018 lalu.
James Dorsey, seorang rekan senior di National University of Singapore, mengatakan jika penanganan di negara yang aktivisnya biasanya tidak membiarkan perbedaan pendapat, kemungkinan akan menimbulkan keributan penggemar dan isu-isu sensitif budaya seperti kemungkinan menunjukkan kasih sayang sesama jenis.
Mengontrol kerumunan juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi Qatar, mengingat banyak kejadian terkait kerumunan yang belakangan ini terjadi di Indonesia dan Korea Selatan. Kekhawatiran besar lainnya adalah risiko serangan siber.
Dorsey juga mengatakan, jika Qatar dapat menggunakan Piala Dunia yang sukses sebagai batu loncatan untuk melakukan reformasi. Pada akhirnya, untuk mendapatkan manfaat penuh dari nilai reputasi turnamen, Qatar, pasca Piala Dunia, harus tetap mendorong reformasi sosial, ekonomi, dan politik, bahkan jika perhatian aktivis terus berlanjut. (TSA)
Penulis: Alyssa Nazira