IDXChannel - Hubungan China dan Amerika Serikat (AS) kembali menegang. Ini menyusul China yang memutuskan untuk membatasi ekspor dua logam yang banyak digunakan dalam pembuatan semikonduktor dan kendaraan listrik ke AS pada Senin (3/7/2023).
Pengumuman pembatasan secara tiba-tiba ini disebut akan mulai berlaku per 1 Agustus. Kondisi ini berpotensi meningkatkan eskalasi perang dagang China-AS dan berpotensi menyebabkan lebih banyak gangguan pada rantai pasokan global.
Dua logam yang dimaksud adalah gallium dan germanium. Diketahui China menghasilkan sebagian besar gallium dan germanium dunia.
Gallium dan germanium adalah material yang digunakan di berbagai produk penting. Germanium dibutuhkan untuk membuat fiber optik, satelit eksplorasi luar angkasa, panel surya, layar LCD, dan lain sebagainya.
Sementara gallium adalah bahan penting di industri semikonduktor dan juga dipakai di HP, LED, dan sebagainya.
Ini menjadi keputusan serius yang berdampak bagi hubungan dagang kedua negara. Mengingat, meskipun AS merupakan negara yang bergantung pada sektor teknologi, gallium dan germanium tidak diproduksi di sana.
Potensi Perang Dagang Jilid 2?
Selama ini AS memenuhi kebutuhan gallium dengan impor. Mengutip laman US Geological Survey, gallium dengan kemurnian tinggi yang digunakan AS diimpor dari Prancis dan bahan dengan kemurnian rendah dari Kazakhstan dan Rusia.
Adapun lebih dari 95 persen gallium yang dikonsumsi di AS berbentuk gallium arsenide (GaAs).
Sementara China memproduksi 60 persen germanium dunia dan 80 persen galium, menurut lembaga Critical Raw Materials Alliance.
Gallium arsenide yang dikonsumsi oleh AS cukup rumit untuk diproduksi, dan hanya sedikit perusahaan di dunia yang dapat melakukannya. Salah satunya terletak di Eropa, sementara yang lain di Jepang dan China. Menurut Tercatat pada 2021, AS mengimpor kebutuhan gallium mencapai 270 ribu kilogram (Kg). (Lihat grafik di bawah ini.)
Adapun sumber impor gallium AS sepanjang 2017–2020 dari China sebesar 53 persen, Inggris 11 persen Jerman 9 persen, Ukraina 7 persen dan sumber lainnya 20 persen.
Berdasarkan data Statista, pada 2021, China adalah produsen germanium terbesar di dunia, dengan produksi kilang logam ini diperkirakan mencapai 95 metrik ton. Total produksi global germanium mencapai sekitar 140 metrik ton pada tahun tersebut.
Adapun kapasitas produksi galium primer dunia dengan kemurnian rendah pada 2021 diperkirakan mencapai 774.000 kilogram per tahun, galium murni dengan kemurnian tinggi sebesar 325.000 kilogram per tahun, dan kapasitas produksi galium sekunder dengan kemurnian tinggi sebesar 273.000 kilogram per tahun.
Pasca keputusan Beijing, para pelaku industri berlomba untuk mengamankan pasokan pada Selasa (4/7/2023). Mengingat keputusan China ini, pemasok industri khawatir bahwa pembatasan ekspor mineral kritis ini dapat terjadi.
Menurut kementerian perdagangan China, keputusan ini diambil untuk melindungi keamanan nasional.
Menurut USGS, kapasitas produksi gallium kemurnian rendah utama di China telah mencapai sekitar 650.000 kilogram per tahun sejak 2020. Ini menyusul ekspansi produksi 140.000 kilogram per tahun pada 2010.
China menyumbang sekitar 84 persen kapasitas galium dengan kemurnian rendah di seluruh dunia.
Produsen galium primer dengan kemurnian rendah yang tersisa di luar China kemungkinan besar juga membatasi produksi karena surplus galium primer yang terjadi 2012. Produsen ini termasuk Jepang, Republik Korea, dan Rusia.
Jerman dan Kazakhstan menghentikan produksi primer masing-masing pada 2016 dan 2013.