Komoditas unggulan yang diangkat meliputi kopi, kakao, kain tenun, batik, rempah, hasil laut, dan produk turunan kelapa. Maqin menegaskan Desa Devisa merupakan cerminan nyata kolaborasi LPEI dengan kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, dalam semangat sinergi Kemenkeu Satu.
Secara khusus untuk tenun NTT, LPEI memberikan dukungan nyata kepada para penenun melalui program Desa Devisa Tenun NTT. Program ini mencakup 31 desa yang tersebar di Kabupaten Alor, Belu, Ende, Sikka, dan Sumba Timur, dengan total 522 penenun penerima manfaat, di mana 98,5 persen di antaranya adalah perempuan.
Pendampingan dilakukan bersama Yayasan Insan Bumi Mandiri dan Tenunin, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti Kemenkeu Satu, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dan Pemerintah Daerah NTT.
“Program ini tidak hanya mendorong ekspor, tetapi juga memberikan dampak sosial yang signifikan, terutama dalam pemberdayaan perempuan, pelestarian budaya lokal, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tenun NTT kini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga komoditas ekspor yang berdaya saing tinggi,” kata Maqin.
Pendampingan yang diberikan mencakup peningkatan kualitas tenun NTT sesuai dengan standar pasar ekspor yang mengutamakan aspek keberlanjutan, seperti pelatihan pewarnaan alami dan bantuan 17 alat tenun. LPEI juga membuka akses pasar melalui pitching dan business matching ke Amerika Serikat, Kanada, dan Australia.