IDXChannel - Indonesia diisukan bergabung dengan aliansi dagang lima negara berkembang Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Sejumlah pengamat menilai jika Indonesia bergabung dengan BRICS ada keuntungan dan kerugian yang akan ditimbulkan.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai jika Indonesia masuk sebagai anggota BRICS.
Maka akan semakin mengentalkan perlawanan ekonomi ke negara barat karena Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi global dibuktikan dengan masuknya Indonesia dalam G20 dan menjadi salah satu negara berpengaruh di kawasan ASEAN.
"BRICS ini kan bisa menjadi antitesa kerjasama blok barat di mana anggota BRICS juga mempunyai kesepahaman yang sama soal hegemoni ekonomi dunia barat," kata Nailul kepada MPI, Selasa (8/8/2023).
Namun hubungan antara China dan Rusia dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) yang tidak harmonis bisa mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia dengan AS dan negara-negara Eropa.
"Bisa jadi masuknya Indonesia akan mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia dengan negara barat terutama AS dan Eropa," ujarnya.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, BRICS dengan bank pembangunan barunya.
New Development Bank bisa menawarkan alternatif pembiayaan dengan bunga terjangkau sehingga menjadi opsi misalnya untuk pembiayaan infrastruktur atau transisi energi.
Indonesia menurutnya bisa ambil kesempatan mengikuti debt forgiveness atau penghapusan utang misalnya dari China. "Utang Indonesia kan banyak ya dengan China termasuk utang BUMN," ucap Bhima.
Bhima menambahkan, dengan bergabung ke BRICS, potensi kerjasama ekspor ke negara seperti India, China dan Brazil juga bisa lebih ekspansif.
"BRICS ini kan blok kekuatan ekonomi dimana negara yg tergabung di dalamnya adalah mitra dagang potensial Indonesia selama ini," terang Bhima.
Meski demikian, Bhima menyebut ada beberapa hal yang perlu dicermati, sebab jika Indonesia bergabung dengan BRICS maka akan dianggap pro China-Rusia.
"Ini cukup problematis, karena ada konsekuensi juga terhadap renggang nya hubungan ekonomi investasi dengan negara barat," jelas Bhima.
Oleh karena itu, Bhima menghimbau pemerintah untuk tetap menjaga politik bebas aktif. Apalagi perang Ukraina dengan Rusia masih berlanjut. Dikhawatirkan akan ada hambatan dagang yang dibebankan ke Indonesia dari negara seperti AS dan Eropa.
"Selain itu sebenarnya kan negara BRICS juga sudah ada di forum G20, kemudian ada ASEAN plus plus juga, dan FORA lainnya. Buat apa terlalu banyak platform kerjasama multilateral sekarang era nya kerjasama bilateral. Indonesia punya kepentingan dengan China ya tinggal negosiasi langsung ke China tidak perlu lewat BRICS. Jadi perlu ditimbang matang-matang," pungkasnya.
(SLF)