Dia menilai, keberadaan pekerja anak di kebun kelapa sawit tersebut, baik langsung maupun tidak langsung akan membawa pengaruh buruk untuk kelangsungan industri.
"Perlindungan dan penegakan hukum bagi pekerja anak harus dilakukan, karena kepentingan terbaik untuk anak tidak boleh dirampas oleh siapapun, dan membebaskan anak-anak kita dari belenggu pekerjaan yang belum menjadi tanggung jawab mereka," lanjutnya.
Berdasarkan data BPS, jumlah pekerja anak pada 2021 sebanyak 1,05 juta orang. Angka itu masih lebih tinggi dibandingkan sebelum Covid-19 pada 2019. Dari total 1,05 pekerja anak, di antaranya sebanyak 58,51 persen bekerja di sektor jasa, 27,63 persen bekerja di sektor pertanian.
Jika dikelompokkan berdasarkan usianya, maka pada 2021, paling banyak pekerja anak berada di rentan usia 13-14 tahun dengan porsi 2,68 persen, kemudian 15-17 tahun sebanyak 2,41 persen, dan masih ada pekerja yang berusia 5-12 tahun sebanyak 1,38 persen.
"Upaya penghapusan pekerja anak bukanlah hal yang mudah dan dapat dilakukan dalam waktu singkat, tapi merupakan proses panjang dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, dan harus dilakukan terus menerus secara terpadu," terang Ida.
"Visi Indonesia emas, penghapusan pekerja anak merupakan gerakan bersama yang harus dilakukan secara terkoordinir oleh semua pihak, baik pemerintah, pengusulan, serikat pekerja untuk berupaya menghapuskan pekerja anak," pungkasnya.
(FAY)