Dalam Presidensi G20, Indonesia telah menetapkan tiga area prioritas transisi energi, yakni mengamankan aksesibitas energi, meningkatkan teknologi energi yang cerdas dan bersih, dan memajukan pembiayaan energi.
"The Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) telah mencapai kesepakatan, yakni Bali Compact, yang terdiri dari sembilan prinsip sukarela untuk mempercepat transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif, untuk memastikan transisi energi yang lancar dan efektif, sesuai dengan keadaan dan prioritas nasional masing-masing negara G20," jelasnya.
Indonesia juga telah menetapkan peta jalan transisi energi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dengan peta jalan ini, ditargetkan pembangunan 700 GigaWatt (GW) energi baru pada bauran energi, yang berasal dari energi matahari, air, angin, laut, biomassa, dan panas bumi, juga hidrogen dan energi nuklir.
Selain itu, untuk mendukung transisi energi, mineral-mineral kritis juga diperlukan untuk mendukung pengaplikasian energi baru dan teknologi bersih. Untuk mendukung transisi energi, mineral kritis diperlukan dalam mengaplikasikan energi baru dan teknologi bersih, seperti turbin angin, panel surya, dan teknologi maju lainnya.
Arifin juga mengatakan, Pemerintah Indonesia memprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Mineral nikel, sebagai raw material akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai dan penyimpanan, serta logam tanah jarang akan digunakan sebagai komponen pada turbin angin, kendaraan listrik, dan bola lampu neon hemat energi.