Akhir tahun lalu, Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia memproyeksi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 tidak akan lebih dari 5 persen jika mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
"Kalau dilihat dari PP 51/2023 itu bisa dipastikan angka kenaikannya tidak lebih dari 5 persen sampai 7 persen, jadi enggak mungkin dia di atas 5 persen, enggak mungkin dia di atas 7 persen," ungkap Mirah Sumirat presiden ASPEK kepada MNC Portal Indonesia di akhir tahun lalu (12/11/2023).
Upah minimum 2023 yang ditetapkan juga naik di bawah 10 persen, dengan inflasi kembali meningkat hingga Maret 2024. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sementara pemerintah menargetkan inflasi 2024 sebesar 2,8 persen. Untuk itu, buruh terus menuntut kenaikan UMP tahun 2024 sebesar 15 persen.
Tak hanya upah yang sulit naik, buruh juga bekerja di lingkungan yang cukup rentan di mana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi momok yang menakutkan.
Laporan Kementerian Ketenagakerjaan, pada periode Januari-Maret 2024 terdapat 12.395 orang tenaga kerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Tenaga kerja yang terimbas PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta, yaitu sekitar 42,15 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang dilaporkan.
Era Suku Bunga Tinggi, Kredit KPR, dan Motor Bebani Buruh
Buruh kini juga dihadapkan dengan era suku bunga tinggi yang membebani konsumsi rumah tangga.
Sayangnya, laju kenaikan suku bunga juga tidak dibarengi laju kenaikan upah. Survei Bank Indonesia (BI) mencatat, perkembangan kenaikan upah pada Semester I-2024 hanya sebesar 39,34 persen, lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 42,11 persen.
Sebelumnya, pada semester II-2023, nilai Saldo Bersih (SB) upah tercatat sebesar 12,97 persen, turun drastis dibanding semester sebelumnya yang mencapai 42,11 persen dan lebih rendah dibanding 13,62 persen pada semester II-2022.
BI resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23-24 April 2024.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, kenaikan suku bunga menjadi 6,25 persen dilakukan berdasarkan asesmen menyeluruh, proyeksi, ekonomi global, ekonomi domestik, kondisi moneter sistem keuangan dam pembayaran kedepan.
"Kenaikan suku bunga ini dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko Global serta sebagai langkah preventif dan forward-looking," ujar Perry dalam konferensi pers RDG BI di Jakarta, Selasa (24/4/2024).
Langkah ini cukup mengejutkan pasar, mengingat mayoritas analis dan ekonom memperkirakan suku bunga bertahan di level 6 persen.
Langkah BI ini bahkan mendahului keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang pada akhirnya menahan suku bunga tidak berubah pada Rabu (1/5).
Cicilan KPR dan kredit konsumsi terancam makin bengkak imbas tingginya suku bunga, apalagi, bagi buruh.
Kenaikan BI rate akan membebani cicilan floating seperti Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Bunga KPR floating bisa membebani konsumen dengan kenaikan cicilan bulanan. Sementara pemegang KPR yang masih dalam periode fix rate masih bisa bernafas lega.
Menurut ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, efek dari kenaikan bunga acuan hanya membuat masyarakat semakin terbebani.