"Saya pernah naik TG dengan rute yang amat jauh, dari Madrid ke Bangkok, nonstop. Kecewa. Salah saya sendiri. Saya kurang cerewet bertanya. Waktu itu saya membeli tiket first class agar bisa tidur enak. Ternyata first class di jurusan itu sama dengan business class, kursinya hanya bisa disandarkan sedikit, tidak bisa dibuat hamparan datar," kata dia.
Lebih jahu, Dahlan menuturkan, kesulitan yang sudah biasa didengar juga dialami oleh Malaysia Airlines System (MAS). Pemerintah Malaysia tidak henti-hentinya menyuntikkan dana. Pun tidak membuat MAS kunjung sehat. Pernah dikeluarkan dari BUMN, justru hampir bangkrut.
Thai Airways, kata dia, sudah berupaya menyelesaikan utangnya di luar pengadilan. Kreditor juga setuju bahwa utang harus direstrukturisasi. Bunga harus dipangkas, jangka pengembalian harus diperpanjang, hingga beberapa aset harus dijual.
Untuk merestrukturisasi utang itu para kreditor sudah menunjuk wakil yang bisa diterima semua pihak yakni seorang mantan Menteri. Ditambah seorang mantan Direktur Utama yang pernah membawa TG memperoleh laba. Sedang Bangkok Bank telah pula mengirim wakil ke tim negosiasi yang dibentuk.
Namun, persoalan TG sudah terlalu berat. Maka, direksi TG membawanya ke PKPU-nya Thailand. Momentum Covid-19 dimanfaatkan untuk melakukan penyelesaian.
(IND)