Kedua, batas 100% atas utang bersih terhadap ekuitas, dan ketiga, para pengembang harus memiliki rasio kas terhadap pinjaman jangka pendek minimal 1 berbanding 1.
Jika ketiganya dilanggar, pengembang tidak diperbolehkan menambah utang pada tahun berikutnya. Sedangkan jika lolos pun, pengembang hanya bisa menaikkan utangnya maksimal 15% tahun depan.
Akhirnya banyak pengembang ternyata telah beroperasi jauh di luar "tiga garis merah" dan dibebani dengan utang yang sangat besar. Tiba-tiba tidak dapat meminjam di bawah aturan baru dan sektor ini menghadapi krisis uang yang parah.
Dampaknya justru banyak proyek-proyek yang mangkrak dan belum terselesaikan, meski pembeli sudah memberikan setoran awal dan membayar angsuran. Sehingga hal itu membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengembang menjadi turun, dan permintaan terhadap sektor properti terkoreksi, serta membuat harga properti di negara tersebut saat ini merosot.
Awal bulan September 2022, media China Caixin, melaporkan bahwa Beijing sedang bersiap untuk mengeluarkan pinjaman 200 miliar Yuan (USD29,3 miliar) atau setara Rp444,74 triliun untuk menyelesaikan proyek perumahan yang belum selesai.