Over Supply Listrik PLN Jadi Penghambat Pengembangan EBT

IDXChannel - Kelebihan pasokan listrik alias over supply yang terjadi di PT PLN (Persero) disebut sebagai penghambat utama pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Hal itu disampaikan Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF) dalam gelaran COP26 di Glasgow.
Managing SEACEF Mason Wallick melihat kondisi over supply dari pembangkit fosil saat ini cukup membebani PLN dalam mengembangkan pembangkit EBT. Terlebih proyeksi pertumbuhan permintaan listrik tidak akan mampu mengejar over supply dalam jangka waktu 10 tahun.
"Reformasi dan modernisasi tarif PLN akan membuka jalan bagi alokasi risiko untuk terobosan ke depan untuk pembiayaan campuran dan pendanaan sektor swasta," ujar Mason, Rabu (3/11/2021).
Dia juga mencatat, rencana jangka panjang PLN dalam mengembangkan EBT akan mengubah struktur biaya PLN secara dramatis. Seiring berjalannya waktu, dengan peningkatan kapasitas, maka transisi energi EBT yang murah akan menumbuhkan lapangan pekerjaan baru dan memperbaiki ekonomi.
Sementara itu, Director of the Environment Directorate of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Rodolfo Lacy memproyeksikan arah energi dan perubahan iklim akan ditentukan oleh perkembangan negara berkembang. Di luar China, negara-negara berkembang berkontribusi terhadap seperlima investasi energi pada 2020, atau sekitar USD150 miliar.
"Berita baiknya adalah tidak ada kekurangan pada modal global. Teknologi juga ada. Global Financial System sekarang sangat mencari untuk menambah portfolionya dengan proyek ramah lingkungan," katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna pun memastikan pemerintah akan berupaya meningkatkan akses proyek EBT terhadap pembiayaan global.
Baru-baru ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian baru saja meresmikan tahap kedua Indonesian Sustainable Finance Roadmap yang akan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pembiayaan berorientasi lingkungan.
"Kita membutuhkan USD 6,3 miliar per tahun untuk pengembangan EBT sampai dengan 2025. Dari nilai tersebut, sampai saat ini hanya 24 persen yang terealisasi," kata Montty. (RAMA)