IDXChannel - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengaku akan memberikan contoh mengelola tambang dengan cara yang benar. Sehingga, tidak akan menimbulkan mudarat atau kerusakan/bahaya.
Namun, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya tidak merinci cara atau teknik yang akan digunakan PBNU dalam mengelola pertambangan.
"Nolak kalau caranya (pengelolaan SDA) enggak benar. Kita mau kasih tahu, kasih contoh cara yang benar," kata Gus Yahya kepada wartawan di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2024).
Lebih lanjut, Gus Yahya juga secara tegas menolak eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang dilakukan dengan cara tidak benar. Sebab, hal ini bisa menimbulkan mudarat atau kerusakan/bahaya.
"(Mudarat) karena caranya enggak benar. Lihat saja nanti cara kita. Pakai cara yang benar," ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. PP tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024.
Aturan pemberian IUPK kepada ormas keagamaan diatur dalam Pasal 83 A. Aturan tersebut baru disisipkan di antara Pasal 83 dan Pasal 84.
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," dikutip pada Pasal 83A ayat 1.
Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus dalam WIUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
WIUPK merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
IUPK atau kepemilikan saham ormas keagamaan pada Badan Usaha tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali. Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya.
"Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku," bunyi aturan tersebut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan diatur dalam Peraturan Presiden.
(YNA)