“Namun tidak menutup kemungkinan bahwa peserta memiliki keinginan lebih dari yang dibutuhkan. Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, dibutuhkan sinergi yang lebih optimal antara JKN dan kalangan asuransi kesehatan. “Di sisi lain perlunya penguatan kelembagaan melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), koordinasi rumusan kebijakan antara OJK yang membawahi asuransi, JKN di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemko PMK) serta Kementerian Kesehatan dari sisi pelayanan kesehatan,” ungkapnya.
Sebagai informasi Kemenko PMK terus melakukan berbagai upaya dalam koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian khususnya pada program Jaminan Kesehatan Nasional. Salah satunya, pada tahun 2022, Kemenko PMK sebagai pemrakarsa dalam terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Adapun menurut Menko PMK, Muhajir Efendi, menyebutkan bahwa keberhasilan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bukan hanya 98% persen populasi terjamin program JKN seperti target RPJMN, namun juga penurunan persentase belanja rumah tangga atau out of pocket untuk kesehatan terhadap total belanja kesehatan nasional, sehingga masyarakat tidak lagi terbebani biaya pelayanan kesehatan yang relatif mahal.
(YNA)