Selain itu, masalah krusial kedua, adalah terkait infrastruktur. Fahmi menilai bahwa biasanya ketersediaan panas bumi berada di daerah pegunungan, hutan, dan area terpencil.
"Tidak ada akses yang baik dan memadai untuk menuju ke wilayah itu. Beberapa investor bahkan harus membangun sendiri operasionalnya. Jadi, (kebutuhan biaya) besar di sana, sehingga kurang nilai keekonomiannya," tutur Fahmi.
Sementara, untuk masalah krusial ketiga, Fahmi menyebut terkait risiko eksplorasi panas bumi yang relatif cukup tinggi dibanding risiko investasi di sektor yang lain.
Meski secara geologis diketahui bahwa cadangan panas bumi tersebut tersedia di satu lokasi, namun saat proses eksplorasi dilakukan, peluang tidak adanya cadangan yang dicari, dikatakan Fahmi, tetap ada dan cukup mengkhawatirkan.
"Ketika eksplorasi dilakukan, ternyata tidak sesuai yang diperhitungkan. Bisa saja seperti itu terjadi. Ini jadi kendala lain, sehingga (sumber energi panas bumi) sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal," ungkap Fahmi.