Sebelum ditetapkan menjadi Kementerian BUMN, institusi negara itu bernama Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Saat itu, salah satu poin dari pembentukan Kementerian BUMN adalah bertujuan menghadapi krisis moneter yang menjelma menjadi krisis ekonomi dan politik. Krisis yang menjadi cikal-bakal jatuhnya Orde Baru dari tampuk kekuasaannya.
Tujuan pemerintah melakukan konsolidasi seluruh BUMN ke dalam satu kementerian yang dikelola secara korporasi agar terjadi proses penciptaan nilai melalui strategi restrukturisasi, profitisasi, baru privatisasi.
Melalui privatisasi, negara akan memperoleh pendapatan dan pajak yang signifikan untuk mengatasi defisit fiskal yang cukup besar pada tahun 1997. Tanri mengatakan, saat pertama dibentuk, Kementerian BUMN harus mengambil alih pengelolaan 159 BUMN dengan cepat karena 100 diantaranya dalam kondisi keuangan yang tidak sehat.
“Saya bilang (kepada Soeharto) ‘keluarkan BUMN dari birokrasi, lalu bentuk national holding company’. Saya namakan waktu itu Indonesia Incorporated. Jadi dia menjadi satu organisasi korporasi, bukan lagi birokrasi. Persero memang sudah korporasi tapi pola manajemennya birokrasi, kan. Jadi BUMN nanti akan besar, kita akan memiliki kekuatan di bawah satu komando (kementerian),” tuturnya.
Penggunaan PP seperti saat pembentukan Kementerian BUMN bisa dilakukan pemerintah saat ini. Dia menilai pembentukan sinergi atau holding BUMN untuk ultra mikro harus didukung dan dilakukan segera demi meningkatkan kapasitas UMKM.