Pemerintah menyadari infrastruktur transmisi merupakan kunci untuk menarik minat investor. Menurutnya, investor akan lebih tertarik jika proyek-proyek EBT tidak terhambat oleh keterbatasan jaringan listrik yang terhubung dengan konsumen.
Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah juga menetapkan harga listrik berbasis EBT yang dinilai sudah cukup kompetitif untuk menarik minat investor. Bahlil mengatakan pengembangan proyek EBT kini lebih menguntungkan dengan periode break-even point yang cepat.
"Kemarin saya bersama tim sudah mengecek harga jual EBT, dan kita sudah hitung rata-rata 8-10 tahun break even point, kontraknya 30 tahun jadi 20 tahun panen. Jadi 8-10 tahun itu untuk break-even point. Dengan perhitungan seperti ini, tidak ada alasan lagi pengembangan listrik EBT tidak jalan," ujar Bahlil.
Dengan harga yang sudah ekonomis dan dukungan infrastruktur yang sedang digenjot, pemerintah berharap dapat mengatasi hambatan-hambatan yang selama ini menghalangi pengembangan EBT. Selain itu, proses perizinan yang lama juga akan dipercepat.
"Kami izin kepada Presiden, kami akan memangkas baik dari sisi syarat dan waktu, untuk mendorong teman-teman investor melakukan percepatan-percepatan investasi. Jadi investor tidak perlu ragu, kami akan melakukan reform berbagai langkah-langkah konstruktif dalam rangka percepatan," kata Bahlil.
Ia optimistis melalui upaya tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi investor untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi bersih di Indonesia. "Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memperbaiki regulasi dan infrastruktur guna mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan net zero emission pada tahun 2060," ujar dia.
(Febrina Ratna)