"Mungkin kalau dari sisi bahan atau material agak pelan, karena harganya terbatas, konsekuensi itu kan tidak bisa ditabrak, tapi secara bentuk itu bisa dikelola menjadi hijau," sambungnya.
Joko mengaku saat ini pengembang juga masih kesulitan untuk menemukan material yang ramah lingkungan dan cocok harga untuk membangun rumah MBR. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah merubah bentuk bangunan yang dirancang agar seminimal mungkin menggunakan energi fosil.
"Relatively, kalau dikaitkan dengan MBR, rasanya belum lah ya, tapi ini kan ada keinginan tapi ada biaya, makanya kita bicara bentuk bangunan, itu yang bisa kita lakukan," lanjut Joko.
Bentuk bangunan yang dimaksud Joko misalnya membuat ventilasi yang lebih besar, sehingga memudahkan cahaya masuk dan lebih hemat menggunakan listrik. Kemudahan sistem pengelolaan air, sehingga meminimalkan penggunaan air sekali pakai, dan lain sebagainya.
"Beban listrik ini kan juga punya beban emisi, karena sampai sekarang kita listrik ini masih dihasilkan dari PLTU," pungkasnya.
(YNA)