IDXChannel - Pasar Tanah Abang kembali menjadi pemberitaan utama di sejumlah media. Tidak hanya soal kemacetan yang kerap terjadi, tapi juga keramaian yang berlangsung di tengah pandemi Covid-19 yang setiap saat bisa meledak.
Ya, Pasar Tanah Abang memang sudah menjadi lokasi favorit warga di Jabodetabek, bahkan daerah. Selain sebagai pusat grosir, lokasi ini juga lokasi niaga di mana perputaran uang sangat tinggi.
Kini, Pasar Tanah Abang kembali diserbu warga. Mereka memburu pernak-pernik untuk merayakan hari raya Idulfitri 1442 Hijriah bersama keluarga. Mulai dari busana Muslim, peralatan ibadah, hingga barang-barang yang terkait dengan perayaan umat Islam di dunia.
Dikutip dari situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Minggu (2/5/2021), nama Tanah Abang memiliki dua versi sejarah asal usulnya. Pertama, diceritakan muncul pada saat pasukan Mataram menyerang Kota Batavia pada tahun 1628. Mereka melancarkan serangan ke arah kota melalui wilayah selatan yaitu Tanah Abang.
Pasukan Mataram memakai tempat itu sebagai pangkalan, sebab tempat itu memiliki kontur tanah bukit. Sedangkan, di sekitarnya terdapat wilayah rawa-rawa dan Kali Krukut. Dikarenakan tanahnya yang merah, maka mereka menyebutkan sebagai tanah abang. Yang dari bahasa Jawa berarti 'merah'.
Kisah yang kedua, mengartikan nama tanah abang dari kata 'abang dan adik' yakni dua bersaudara kakak dan adik. Kisahnya dimulai pada saat ada seorang adik yang tidak memiliki tempat tinggal, maka ia meminta bantuan abangnya untuk membangun rumah. Dan lokasi yang ditempati disebut 'tanah abang'.
Sampai sekarang, masih tidak diketahui mana sejarah yang benar dari nama Tanah Abang tersebut. Tetapi, masyarakat di sana terlihat bisa-bisa saja menerima keterangan dua asal-usul tersebut.
Selanjutnya, pada tahun 1648, wilayah Tanah Abang mulai dikenal ramai pada saat seorang kapten dari negeri China bernama Phoa Bhingam menyarankan Pemerintah Belanda untuk membuat sebuah terusan. Pembangunan pun dilakukan, dan penggalian terusan ini ke arah selatan sampai dekat hutan.
Setelah itu, terusan tersebut kemudian dipecah menjadi dua bagian, yaitu wilayah timur sampai Kali Ciliwung dan ke arah barat sampai Kali Krukut. Terusan tersebut diberi nama Molenvliet, yang berfungsi untuk sarana transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil bumi dengan menggunakan perahu ke arah selatan sampai dekat hutan.
Melalui Terusan Molenvliet, hubungan dan perkembangan daerah kota ke selatan menjadi sangat lancar. Bahkan, sampai sekarangpun jalan-jalan yang ada di sebelah kiri dan kanan terusan tersebut merupakan urat nadi yang menghubungkan Jalan Lapangan Banteng, Medan Merdeka, Tanah Abang, dan Jakarta Kota.
Wilayah selatan lalu muncul menjadi daerah perkebunan yang diusahakan oleh tuan tanah asal Belanda dan China. Phoa Bhingam, memiliki perkebunan tebu dan tempat penggilingannya yang berada di area Tanah Abang.
Selain dia, para tuan tanah Belanda juga memiliki beberapa perkebunan, salah satunya yakni kebun kacang. Karena, minyak kacang merupakan bahan komoditi yang laris.
Selanjutnya, mereka juga mengusahakan kebun jahe, kebun melati, kebun sirih, dan lainnya yang masih berbekas dan menjadi nama wilayah seperti saat ini.
Karena hasil-hasil perkebunan yang melimpah di wilayah tersebut, timbul suatu gagasan dari juragan Justinus Vinck untuk mengajukan permohonan mendirikan sebuah pasar atas tanah miliknya di Tanah Abang dan Senen.
Setelah itu, Pasar Tanah Abang atau bisa disebut dengan Pasar Sabtu, dibangun oleh Yustinus Vinck pada 30 Agustus 1735. Dia membangun Pasar Tanah Abang atas izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patramini.
Izin yang diberikan saat itu untuk berjualan tekstil dan barang kelontong. Lalu pasar tersebut hanya buka setiap hari Sabtu. Karena itu, pasar ini disebut Pasar Sabtu. Justinus Vinck juga membangun Pasar Senen (Weltevreden). Peranan Kali Krukut yang berada di dekat Pasar Tanah Abang pun menjadi penting dan ramai dikunjungi perahu-perahu yang memuat barang-barang yang akan dijual di sana.
Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien, yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang.
Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diganti dengan 4 bangunan berlantai empat. Dan pasar tersebut sudah mengalami dua kali kebakaran, pertama tanggal 30 Desember 1978, Blok A di lantai tiga dan kedua menimpa Blok B tanggal 13 Agustus 1979. Pada tahun 1975 kiosnya sebanyak 4.351 buah dan 3.016 pedagang. (TYO)
(Ditulis oleh: Annisa Winona)