IDXChannel - Pengusaha properti berharap Bank Indonesia (BEI) bisa menurunkan suku bunga acuan yang dinilai saat ini masih cukup tinggi. Penurunan suku bunga dinilai penting untuk menggerakkan perekonomian, termasuk di sektor properti.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Eka Jaya mengatakan, pada dasarnya, properti sebagai papan tetap merupakan kebutuhan pokok di samping pangan dan sandang. Namun, suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate (7DRRR) yang saat ini berada di level 5,75 persen membuat banyak orang menahan belanja.
"Sebagai pengusaha, kita pasti berharap kalau bisa turun sehingga daya beli masyarakat bisa menjadi lebih baik," katanya dalam Market Review IDX Channel, Kamis (20/2/2025) malam.
Bambang mengakui selama ini bank sentral telah memberikan berbagai insentif untuk sektor properti. Yang terbaru, perbankan yang ikut dalam pembiayaan properti, nilai Giro Wajib minimum (GWM) dinaikkan dari Rp23,19 triliun menjadi Rp80 triliun.
"Artinya sektor perbankan diberi kemudahan untuk bisa menyalurkan ke sektor properti sampai tiga kali lipat, dan ini menjadikan suatu angin segar juga sehingga daya beli masyarakat yang memang untuk properti selalu di-support (didukung ) oleh KPR bisa lebih berkembang," kata Bambang.
Insentif tersebut, kata Bambang, berada pada sisi penawaran. Namun, dari sisi permintaan, dia berharap BI bisa menurunkan suku bunga sehingga mengurangi beban cicilan bagi konsumen.
BI sebelumnya terus mendorong efektivitas implementasi Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM). Mulai 1 Januari 2025, KLM diarahkan untuk mendorong kredit perbankan demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Hingga minggu kedua Februari 2025, bank sentral telah memberikan insentif KLM sebesar Rp295 triliun, atau meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024. Insentif tersebut diberikan kepada kelompok Bank BUMN Rp129,2 triliun, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Rp131,9 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp28,7 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) Rp4,9 triliun.
(Rahmat Fiansyah)