IDXChannel - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan, kondisi industri serat dan benang filamen saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Sebab disampaikannya, kondisi cash flow perusahaan terus-terusan menipis karena kondisi pasar yang turun. Namun di sisi lain, harus mengeluarkan biaya listrik, pajak, hingga upah karyawan.
Bahkan lebih parahnya, kata Redma, ada juga perusahaan yang produksinya dihentikan secara total lantaran tidak kuat beroperasi.
"Kondisi di sektor industri tekstil, memang kalau kemarin dari awal kita pengurangannya terus-terusan yang biasanya kita kurangin 1 line, 2 line. Sekarang ada sekitar 3 perusahaan full stop (operasi)," terang Redma, ditulis Kamis (17/11/2022).
Oleh sebab itu, Redma berharap pemerintah bisa memberikan perhatiannya secara khusus kepada industri serat dan benang, sehingga bisa menghindari kondisi terpuruk yang berlanjut.
Salah satunya, Redma meminta pemerintah memberikan adanya kepastian hukum. Sebenarnya, kata Redma, kepastian hukum sudah tercermin dengan adanya PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai acuan dalam menetapkan upah minimum.
Namun menurutnya, jika aturan ini diubah khususnya dalam hal penetapan upah minimum, bisa membuat keadaan lebih parah.
"Jadi tentunya, kalau kepastian hukum yang sudah diberikan, hukumnya ada, tapi berganti lagi. Jadi kita balik lagi ke belakang, yang tidak pasti lagi. Ini juga akan membuat buruk citra kita di mata investor, kok ada hukumnya tapi berubah-ubah," ungkap Redma.
"Kepastian hukumnya dijalankan, saya kira keterpurukannya juga tidak akan terlalu berlanjut lama yang termasuk ketidakpastian market. Kalau misalkan pemerintah konsisten terhadap aturan-aturan yang sudah dijalankan, saya kira ke depan kita tidak akan terpuruk terlalu dalam," tandasnya.
(FAY)