“Ini membawa ritme, alunan suara masing-masing, sehingga kami yang melaksanakan di lapangan serba bingung, repot mana yang harus dijalankan. Terakhir, kami harus memiliki 42 sertifikat untuk bisa menjalankan industri,” ujarnya.
Dikatakannya, kini industri tekstil dalam kondisi terpuruk. Secara nasional, utilitas produksi tekstil dari hulu sampai pembuatan serat, pembuatan benang, pembuatan kain dan printing saat ini tinggal sekitar 40-45 persen.
Dengan kondisi ini, sudah banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, ada yang masih terselubung di industri-industri. Penyebab industri tekstil terpuruk di antaranya karena pasar domestik digempur oleh impor-impor yang tak terkendali.
Penyebab berikutnya adalah persoalan sumberdaya manusia (SDM). Dulu sebelum krisis ekonomi, ada sekitar 16 perguruan tinggi yang mencetak SDM di bidang industri tekstil. Namun, dengan surutnya industri tekstil sejak 1998, banyak perguruan tinggi yang tutup.