sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Penurunan Suku Bunga Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan Kredit

Economics editor Kunthi Fahmar Sandy
08/03/2021 07:10 WIB
Penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup mendongkrak pertumbuhan kredit untuk menopang pemulihan ekonomi.
Penurunan Suku Bunga Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan Kredit (FOTO:MNC Media)
Penurunan Suku Bunga Belum Cukup Dongkrak Pertumbuhan Kredit (FOTO:MNC Media)

IDXChannel  - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, risiko ketidakpastian ekonomi yang tinggi selama masa Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama lambatnya penurunan suku bunga kredit perbankan. 

Secara umum, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap per masing-masing segmen (Korporasi, Ritel, KPR).  SBDK korporasi Januari 2021 sebesar 9,08 persen turun dari 10,30 persen pada Januari 2019. 

SBDK ritel Januari 2021 sebesar 9,94  persen turun dari 11,05 persen pada Januari 2019. SBDK KPR Januari 2021 sebesar 9,80 persen turun dari posisi 10,91 persen pada Januari 2019. 

"Jadi, walaupun bunga acuan BI (BI 7DRR) diturunkan 125 bps sepanjang 2020, namun bunga kredit hanya turun 83 bps," ujar Ekonom Indef Eko Listiyanto kepada wartawan di Jakarta, Minggu (7/3/2021). 

Selain itu, lanjut Eko, relatif tingginya biaya dana dan operasional di Bank BUMN juga menjadi salah satu penyebab lainnya bank enggan buru-buru merespon kebijakan suku bunga BI yang saat ini rendah sepanjang sejarah di 3,50%. 

"Dari sisi efisiensi rata-rata bank di Indonesia BOPO nya 86,58% (Des, 2020), menggambarkan besarnya biaya operasional bank di tengah sempitnya ruang pendapatan operasional saat pandemi. Kondisi ini memang membuat bank tidak cepat merespon (rigid/kaku) penurunan suku bunga Acuan BI," ucap dia. 

Chief Economist BRI Anton Hendranata menuturkan, penurunan suku bunga kredit tidak akan cukup mendongkrak pertumbuhan kredit untuk menopang pemulihan ekonomi. Jika kita mau mengakselerasi pertumbuhan kredit, lanjut Anton, syarat kecukupan dan tambahannya ialah dorong kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan daya beli secara signifikan. 

"Oleh karena itu, mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi Covid-19 adalah kunci utama mendorong pertumbuhan kredit," ucap Anton. 

Makanya, stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan. Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan. 

"Hal ini cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah karena kecenderungan mengonsumsi (marginal propensity to consume/MPO)-nya tinggi. Masyarakat level bawah dan rentan miskin jika mendapatkan uang akan langsung dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya," beber Anton. 

Lebih lanjut, pengalaman tahun 2020 menjadi pelajaran berharga agar realisasi dana PEN 2021 lebih baik dibandingkan 2020. PEN 2021 harus bisa mengakselerasi permintaan yang relatif lemah di 2020. Realokasi anggaran ke sektor yang terbukti ampuh mendorong permintaan domestik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi. (Sandy)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement