sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Peran Pemerintah Penting Untuk Dorong Pemanfaatan EBT di Indonesia

Economics editor Taufan Sukma/IDX Channel
18/04/2022 16:44 WIB
Sumber daya panas bumi melimpah karena Indonesia berada di kawasan gunung api, pasokannya stabil, dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen.
Peran Pemerintah Penting Untuk Dorong Pemanfaatan EBT di Indonesia (foto: MNC Media)
Peran Pemerintah Penting Untuk Dorong Pemanfaatan EBT di Indonesia (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk terus memajukan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Hal ini terkait komitmen dalam mewujudkan capaian Karbon Normal (Net Zero Emission) pada 2060 mendatang.

Guna mewujudkan target tersebut, ada dua sasaran antara, yaitu pencapaian bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi gas ruang kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030. Salah satu jenis EBT yang bisa menggantikan pembangkit tenaga uap (PLTU) sebagai pembangkit beban puncak (base-load) adalah pembangkit tenaga panas bumi (PLTP). 

Sumber daya panas bumi melimpah karena Indonesia berada di kawasan gunung api (ring of fire), pasokannya stabil, dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen. Namun, masa pembangunannya lama, dan hal itu berakibat pada mahalnya harga listrik panas bumi.  

Menurut Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi, peran pemerintah terutama untuk memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang. “Kalau mengikuti bussines as usual waktu penggarapan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi 4-5 tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik,” ujar Prijandaru, Rabu (13/4/2022).

Dia mencontohkan tender PPA (purchasing power agreement) dengan PLN bisa tiga tahun dan juga perizinan di semua level juga lama. “Pengembang tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu karena harus menanggung cost sampai 10-12 tahun, sementara pendapatannya baru muncul di tahun ke-11, bahkan bisa di tahun ke-14. Kalau bisa dikurangi 4-5 tahun, itu akan sangat membantu pengembang, sekaligus bisa menurunkan harga listrik dari panas bumi,” kata Prijandaru.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement