sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

PHK Pekerja Digital, Waspada ‘Hysteresis’ hingga Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Internet

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
25/11/2022 07:00 WIB
Indonesia di satu sisi kekurangan talenta digital, tapi di sisi lain banyak tenaga kerja digital yang kena PHK.
PHK Pekerja Digital, Waspada ‘Hysteresis’ hingga Perlambatan Pertumbuhan. (Foto: MNC Media)
PHK Pekerja Digital, Waspada ‘Hysteresis’ hingga Perlambatan Pertumbuhan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mendera beberapa perusahaan digital unggulan RI. Fenomena layoff  perusahaan teknologi ini kian marak terjadi akhir-akhir ini.

PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) secara resmi telah melakukan PHK pada Jumat (18/11/2022). Dilansir dari pernyataan resmi perusahaan, pihak GOTO mengurangi sejumlah 1.300 karyawan. Jumlah tersebut mencapai 12% dari total karyawan tetap GOTO Group.

"Kami harus fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali perusahaan," tulis manajemen, dalam keterangan resmi tersebut.

Tak lama berselang, startup edutech (education technology) Ruangguru secara resmi juga umumkan PHK kepada ratusan karyawannya di hari yang sama.

"Hari ini Ruangguru melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan sebagian pegawai Ruangguru. Terdapat ratusan pegawai Ruangguru yang terdampak dari pemutusan hubungan kerja ini," tulis keterangan Corporate Communications team yang diterima MNC Portal, Jumat (18/11/2022).

Sebelumnya, Zenius, competitor Ruangguru juga melakukan PHK terhadap 200 karyawan mereka pada pertengahan tahun ini.

Shopee Indonesia juga mengumumkan PHK sejumlah karyawan perusahaan pada Senin (19/9). Sebanyak 3 persen karyawan perusahaan e-commerce ini dirumahkan.

Menurut data iPrice, jumlah karyawan perusahaan milik Sea Grup itu di Indonesia sebanyak 6.232 orang. Maka ada sebanyak 187 pegawai yang terdampak PHK. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sementara itu, hanya dalam waktu enam bulan, perusahaan induk Shopee, Sea Ltd, juga melakukan PHK 7.000 pegawai yang mencakup 10% dari tenaga kerjanya.

Seorang bekas pekerja Ruangguru yang tak disebutkan namanya mengaku ingin beranjak ke luar dari pekerjaan industri startup karena dinilai masih belum stabil dalam menghadapi tantangan ekonomi.

"Udah kapok saya (di startup)," katanya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (23/11/2022).

Perempuan yang bekerja sebagai desain grafis lebih dari tiga tahun itu menyebut prestasi dan loyalitas tidak menjamin keberlangsungan karirnya di bekas perusahaannya.

Secara spesifik, dia menyebut Ruangguru masih kesulitan dalam memprediksi perkembangan pasar, sehingga berdampak terhadap kondisi internal, termasuk tenaga kerja.

Tak hanya di tataran lokal saja, sektor tekno sedang mengalami guncangan yang mendorong mereka melakukan PHK. Di Amerika Serikat, Amazon, hingga Meta, induk Facebook juga melakukan kebijakan PHK.

Terbaru, badai PHK menghampiri Alphabet, perusahaan induk Google yang akan merumahkan sekitar 10 ribu karyawan yang berperforma buruk.

Banyak tenaga kerja digital yang akhirnya menganggur dengan adanya keputusan ini. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada pelemahan keahlian digital hingga ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi digital di masa depan.

Paradoks Pekerja Digital, Penting tapi di-PHK

“The future of work will be a race between education and technology.” (Masa depan pekerjaan bakal menjadi perlombaan antara pendidikan dan teknologi.)

Begitulah kata Mauricio Macri, President of Argentina 2015-2019 dalam presidensi G20 Argentina 2018.

Artinya, perkembangan teknologi harus dibarengi dengan kesempatan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang memadai untuk banyak talenta dan pekerja digital. Mengingat teknologi juga masih akan membutuhkan peran manusia di dalamnya.

Sayangnya, PHK di sektor digital menyebabkan para pekerja ini rentan kehilangan keahlian. Jika ekosistem bisnis digital terus-terusan terpuruk akibat ketidakpastian ekonomi global, maka para pekerja sektor ini berpotensi tidak dapat menyalurkan bakat digitalnya.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, hal ini berpotensi menimbulkan hysteresis atau pelemahan keahlian. Ia menilai tenaga kerja di bidang digital ini tak boleh menganggur terlalu lama. 

"Karena korban PHK digital yang notabene adalah high-skilled worker (keahlian tinggi)," ujar Bhima, Senin, (21/11).

High-skilled worker ini memiliki peran penting dalam perekonomian. Jenis pekerja ini membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, menurut studi oleh OECD berjudul International Mobility of the Highly Skilled.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement