sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

PMI Manufaktur RI Kontraksi Tiga Bulan Beruntun, Ini Sederet Biang Keroknya

Economics editor Anggie Ariesta
02/10/2024 16:49 WIB
Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun. Ini deretan penyebabnya.
PMI Manufaktur RI Kontraksi Tiga Bulan Beruntun, Ini Sederet Biang Keroknya (foto mnc media)
PMI Manufaktur RI Kontraksi Tiga Bulan Beruntun, Ini Sederet Biang Keroknya (foto mnc media)

IDXChannel - Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor yang memengaruhi.

Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran, Arianto Muditomo menyebut, PMI Manufaktur Indonesia masih dibayangi penurunan permintaan global hingga harga bahan baku yang lebih tinggi.

"Penurunan PMI manufaktur Indonesia dalam tiga bulan terakhir dimungkinkan karena beberapa faktor penyebab, di antaranya penurunan permintaan global, gangguan rantai pasokan, dan peningkatan biaya produksi, terutama terkait dengan harga energi dan bahan baku yang lebih tinggi," kata Arianto kepada IDX Channel, Rabu (2/10).

Menurutnya, faktor eksternal, seperti perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia turut memengaruhi permintaan ekspor produk manufaktur Indonesia.

"Selain itu, inflasi yang tinggi secara global dan domestik menekan daya beli konsumen, mengurangi permintaan akan barang-barang manufaktur," tutur Arianto.

Dampak PMI Manufaktur ini terhadap perekonomian cukup signifikan karena sektor manufaktur merupakan salah satu pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

"Penurunan aktivitas manufaktur dapat menurunkan kontribusi sektor ini terhadap PDB, memperlambat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan risiko pengangguran," kata dia.

Dengan demikian, untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah kebijakan yang mendukung sektor manufaktur, seperti memberikan insentif fiskal bagi industri yang terdampak, memperkuat upaya diversifikasi pasar ekspor, dan mendorong investasi dalam teknologi untuk meningkatkan efisiensi produksi.

"Selain itu, stabilisasi harga energi dan penguatan infrastruktur rantai pasokan juga dapat membantu sektor manufaktur bangkit kembali," ujar Arianto.

Sebelumnya, S&P Global melaporkan PMI manufaktur Indonesia pada September 2024 berada di 49,2. Meski naik dibandingkan Agustus lalu yang sebesar 48,9, namun masih menunjukkan kontraksi. 

PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Jika masih di bawah 50, maka aktivitas masih mengalami kontraksi, bukan ekspansi. PMI manufaktur Indonesia sudah berada di area kontraksi selama tiga bulan beruntun.

(Fiki Ariyanti)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement