Perseroan juga mengembangan Pertamax Green dan Sustainable Aviation Fuel (SAF) bahan bakar pesawat terbang dengan campuran bahan nabati.
“Biofuel yang telah dijalankan Pertamina berdampak pada pengurangan emisi, sehingga memiliki nilai tambah positif bagi masyarakat. Pada 2023, penerapan B35 mampu menurunkan emisi CO2 hingga 32,7 juta ton,” katanya.
Sementara dalam pengembangan geothermal, kata Fadjar, Pertamina mengelola 15 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang 672 MW yang akan dinaikkan menjadi 1 GW dalam 2-3 tahun ke depan. Pertamina memiliki potensi cadangan panas bumi yang siap dikembangkan.
Untuk pengembangan petrochemical, Pertamina menargetkan produksi sebesar 3,2 juta ton di tahun 2025 dari saat ini sebesar 1,9 juta ton per tahun. Untuk pengembangan bisnis ini, Pertamina terbuka untuk menjalin kemitraan dengan berbagai institusi dari dalam dan luar negeri.
Dari bisnis hulu migas, Pertamina juga berkontribusi pada pengurangan emisi melalui pengembangan CCS/CCUS. Pengembangan CCS/CCUS secara akumulatif berpotensi mengurangi emisi hingga 1,5 juta tahun 2029. Proyek pengembangan yang sudah dilakukan antara lain di Lapangan Sukowati, Lapangan Jatibarang, dan Lapangan Ramba.