Dia menyarankan agar Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Bea dan Cukai Tanjung Priok, Pelindo dan Pengelola Terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok serta para pengelola TPS tersebut dapat duduk bersama mencari win-win solution sehingga kekhawatiran terjadinya PHK massal pada ratusan karyawan TPS overbrengen dapat dicegah.
"Yang tak kalah penting kita juga jangan lupa sejarahnya, bahwa sebelum masa Covid-19, TPS overbrengen cukup berjasa dalam mengurai kemacetan arus barang di dalam pelabuhan. Makanya kelangsungan nasib TPS ini perlu diselamatkan karena fungsinya adalah sebagai buffer atau penyangga dari terminal peti kemas. Oleh karenanya sebaiknya di inventarisir TPS yang ada yang masih bisa diselamatkan sebagai buffer itu," papar Toto.
Di sisi lain, dirinya juga khawatir saat ekonomi dunia pulih dan perdagangan internasional kembali booming maka akan butuh buffer di pelabuhan Tanjung Priok. Namun, jika buffer-nya ternyata sudah tutup semua maka nantinya akan sangat merepotkan bagi terminal peti kemas maupun pemilik barang.
"Kita sadar ekspor impor kita saat ini belum signifikan bahkan cenderung masih lesu sehingga rata-rata YOR terminal peti kemas turun. Tetapi saat YOR naik akibat ekspor impor tumbuh kembali maka kita tetap butuh buffer," ucapnya.
Secara terpisah Kadin DKI Jakarta dan GINSI mengungkapkan keprihatinannya jika ratusan karyawan TPS di pelabuhan Tanjung Priok, terpaksa harus melakukan PHK.
"Ya prihatin kalau hal itu (PHK) benar-benar terjadi, karena akan berdampak pada bertambahnya pengangguran. Padahal pelabuhan Priok sebagai pelabuhan tersibuk di Indonesia semestinya bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar, termasuk menumbuhkan lapangan kerja bagi sektor swasta," ujar Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan.
GINSI meminta sebaiknya pemerintah bisa mencari solusi terbaik untuk merespons masalah tersebut.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Bidang Transportasi, Logistik dan Kepelabuhanan Kadin DKI Jakarta, Widijanto.
Dia mengaku prihatin dengan kondisi tersebut, apalagi jika berimbas pada potensi PHK massal para pekerja swasta yang selama ini menggantungkan nasibnya dari aktivitas di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
"Semoga saja PHK massal yang dikhawatirkan itu tidak terjadi, makanya perlu duduk bersama mencari solusi masalah tersebut dengan kepala dingin," tuturnya.
Sebagai informasi, peran TPS overbrengen yang mengantongi perizinan operasional dari Kementerian Keuangan, juga berkontribusi dalam penurunan dwelling time dan kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Priok.
Awalnya, terdapat 11 TPS overbrengen di Priok dan 2 TPS di antaranya sudah lebih dulu tutup. Jika masing-masing TPS tersebut diasumsikan mempekerjakan 50-100 pekerja, setidaknya ada 500-an lebih pekerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor usaha tersebut.