sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Prospek Ekonomi Hijau Global pada 2025

Economics editor Ahmad Islamy
09/01/2025 17:16 WIB
Prospek ekonomi hijau tidak terlepas dari pengaruh kebijakan politik, terutama dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi hijau global. (Foto: Pixabay)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi hijau global. (Foto: Pixabay)

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih

Hasil Pilpres AS 2024 kembali mengantarkan Donald Trump ke Gedung Putih. Di masa periode kedua kepemimpinan politikus Partai Republik itu, prospek ekonomi hijau global diprediksi dapat mengalami tantangan serius. 

Selama masa kepresidenan sebelumnya (2017-2021), Trump menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris dan mempromosikan bahan bakar fosil sebagai tulang punggung ekonomi energi. Pendekatan tersebut jelas bertentangan dengan upaya global untuk mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon. 

Dengan pengaruh Amerika Serikat yang besar dalam ekonomi dan diplomasi global, perubahan arah kebijakan tersebut dapat memperlambat upaya internasional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

Di sisi lain, kemungkinan penurunan dukungan AS terhadap energi terbarukan dapat memengaruhi investasi global di sektor hijau. Perusahaan energi bersih yang beroperasi di AS mungkin juga akan menghadapi ketidakpastian kebijakan, yang dapat berdampak pada pengembangan teknologi hijau. 

Selain itu, negara-negara lain mungkin kurang termotivasi untuk memperkuat komitmen iklim mereka jika salah satu emitor terbesar dunia, yaitu AS, menunjukkan sikap yang lemah terhadap perubahan iklim. Namun, upaya ekonomi hijau tidak sepenuhnya tergantung pada Washington DC. Uni Eropa, China, dan negara-negara lain dapat memimpin transisi global dengan memperkuat inisiatif mereka, mengurangi dampak negatif dari kebijakan AS.

Dampak Konflik Rusia-Ukraina

Konflik antara Rusia dan Ukraina telah memberikan dampak signifikan terhadap arah dan laju transisi ekonomi hijau di Eropa. Ketergantungan Eropa, khususnya Jerman, pada energi fosil dari Rusia menyebabkan gangguan pasokan energi yang memaksa negara-negara tersebut menyesuaikan strategi energi mereka.

Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Jerman menghadapi pengurangan pasokan gas alam dari Rusia. Sebagai tanggapannya, pada Juni 2022, Pemerintah Jerman mengumumkan rencana untuk mengaktifkan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara yang sebelumnya telah dihentikan operasinya. 

Langkah tersebut diambil Berlin demi memastikan keamanan pasokan energi di negeri panser, terutama menjelang musim dingin. Pemerintah Jerman menyetujui pengoperasian kembali pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara mulai Oktober 2023 hingga akhir Maret 2024. 

Kendati demikian, Pemerintah Jerman menegaskan bahwa langkah ini bersifat sementara dan tetap berkomitmen pada transisi energi hijau di masa depan. Pemerintah Jerman tetap berkomitmen untuk menutup pembangkit listrik batu bara sesuai jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement