Spekulasi pun berkembang, bahwa perusahaan OTA yang dimaksud adalah Traveloka dan/atau Tiket.com.
"Jadi ini masalah menggabungkan dua platform besar, yaitu Tiktok dan Traveloka. Tanpa regulasi yang ketat, sangat mungkin penggabungan keduanya akan memunculkan monopoli pasar di bisnis akomodasi," ujar Amin, khawatir.
Seperti diketahui, ByteDance, pemilik TikTok merupakan raksasa platform e-commerce global asal China. Sedangkan Traveloka merupakan salah satu dari dua pemain OTA besar di Indonesia selain Tiket.com.
Amin mendesak, pemerintah mengambil langkah cepat soal kabar ini. Sebab, jika benar terjadi dan dibiarkan, maka ruang bagi pemain lokal mendapatkan pasar akan semakin sempit. Sementara Tiktok, sebagai raksasa teknologi, punya kapital dan berbagai sumber daya berlebih, demi merebut pasar lokal.
"Pertama, terjaganya persaingan tetap sehat sehingga tidak mematikan pemain travel lokal lainnya. (Kedua), Pemerintah dan otoritas regulasi harus memantau pasar dengan cermat. Dengan penguasaan teknologi oleh ByteDance yang lebih advance, maka masuknya raksasa China tersebut dengan mengendarai Traveloka, jelas akan membuat daya saing pasar pemain lokal tergerus," ujar Amin.