sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ramai Gelombang PHK Startup, Ini Penjelasan IDIEC 

Economics editor Heri Purnomo
03/07/2023 14:06 WIB
Setidaknya ada 30 persen startup di Indonesia mengalami kebangkrutan.
Ramai Gelombang PHK Startup, Ini Penjelasan IDIEC (Foto: MNC Media)
Ramai Gelombang PHK Startup, Ini Penjelasan IDIEC (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Perusahaan rintisan atau startup belakangan ramai-ramai melakukan Pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satunya Grab Holdings yang baru saja merumahkan 1.000 karyawan pada bulan lalu.

Lantas bagaimana kondisi startup di Indonesia? 

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan, setidaknya ada 30 persen startup di Indonesia mengalami kebangkrutan. Akan tetapi 30 persen juga mulai bermunculan meski belum seperti sebelum pandemi. 

"Secara singkat sebelum dan after pandemi sudah banyak berubah, ada yang mati dan ada yang tumbuh. Namun yang tumbuh ini belum seperti sebelum pandemi," katanya dalam Market Review IDX Channel, Senin (3/7/2023). 

Meski terdapat startup baru yang tumbuh, Tesar mengatakan startup tersebut perlu melakukan perjuangan yang besar. Pasalnya kondisi setelah pandemi perilaku pasar banyak mengalami perubahan baik dari sisi investor maupun dari sisi pelakunya. 

Dia menjelaskan, saat ini banyak investor yang mulai menahan memberikan suntikan dananya kepada para pelaku usaha. Hal tersebut lantaran pengalaman investor dalam menginvestasikan dananya pada saat pandemi yang belum menuai  hasil. 

"Jadi banyak belajar pasca pandemi dan setelahnya di mana dari investor sekarang mereka kembali berfikir lagi untuk menginvestasikan duitnya," katanya. 

Lebih lanjut, Tesar menjelaskan bahwa dari pelaku usahanya juga saat ini lebih selektif dalam memilih bisnis mana saja yang harus terus berlanjut untuk diperjuangkan dan mana yang harus dihentikan. Adapun bisnis model startup di Indonesia yang masih mampu bertahan ialah bisnis model e-commerce dan live selling. 

"Karena mereka tidak bisa lagi meminta dana, karena sekarang mereka sudah kembali ke bisnis yang menang mengharuskan revenue lebih tinggi daripada operasional. Jadi tidak bisa berikan diskon tinggi," katanya. 

(DES)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement