Ketiga, reformasi transfer ke daerah. Menurut Syafruddin, pemangkasan nominal tidak boleh dilakukan tanpa memperbaiki mekanisme distribusi. Transfer harus berbasis kinerja, dengan insentif bagi daerah yang berhasil meningkatkan pelayanan publik.
Terakhir, strategi pembiayaan yang hati-hati dan inovatif perlu dikedepankan. Penggunaan instrumen seperti obligasi hijau, sukuk, serta skema pembiayaan berbasis proyek dinilai mampu mengurangi risiko fiskal sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan.
"RAPBN 2026 adalah cerminan pilihan politik ekonomi pemerintah. Dengan defisit yang terkendali, pemerintah ingin menunjukkan disiplin fiskal," ujar Syafruddin.
"Tantangan sebenarnya bukan sekadar menjaga angka defisit, melainkan memastikan bahwa APBN tetap berfungsi sebagai instrumen pembangunan yang adil, merata, dan berkelanjutan," tambahnya.
(Febrina Ratna Iskana)