Sementara itu, PNBP dari SDA non-migas mencapai Rp46,3 triliun atau 47 persen, PNBP lainnya sebesar Rp59,4 triliun atau 46 persen, dan Badan Layanan Umum (BLU) mencapai Rp32,3 triliun atau 41,4 persen.
"Anda bisa lihat bulanannya mungkin fluktuasinya sama ya, April-Mei sedikit turun itu konsisten antara 2022, 2024, dan 2025," kata dia, merujuk pada pola fluktuasi bulanan yang konsisten.
Secara lebih detail untuk PNBP migas, Anggito menjelaskan adanya kontraksi atau koreksi yang cukup dalam sebesar 13,5 persen.
Hal ini dipicu harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang hingga April 2024 berada di angka USD70,3 per barel, menurun dibandingkan 2024 yang mencapai USD81. Penurunan harga ICP ini berdampak pada penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) migas maupun PNBP migas.
Adapun PNBP non-migas, yang disumbang dari sektor mineral dan batu bara (Minerba), kehutanan, kelautan dan perikanan, serta panas bumi, mencatat realisasi sebesar Rp30,0 triliun.
Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 6,84 persen dibandingkan tahun lalu, yang disebabkan oleh faktor volume produksi yang mengalami penurunan.
Adapun realisasi PNBP untuk BLU dan PNBP lainnya, terdapat kenaikan meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan, terutama untuk PNBP lainnya yang disumbang dari berbagai penerimaan kementerian/lembaga.
(NIA DEVIYANA)