IDXChannel - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk tujuh komoditas asal China sebesar 200 persen. Hal ini sesuai dengan usulan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).
Ketujuh komoditas yang bakal dikenakan BMAD, yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menilai, Kemendag harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada DPR RI. Dia pun meminta Kemendag menjelaskan alasan utama atas rencana penerapan BMAD terhadap tujuh produk yang dimaksud.
"Kami berharap Kemendag konsultasi ke Komisi VI DPR RI atas hasil verifikasi KADI. Mendag sudah setujui koordinasi saat raker dengan Komisi VI DPR RI beberapa saat yang lalu," kata Darmadi Durianto kepada wartawan, Senin (15/7/2024).
Menurut dia, Konsultasi diperlukan agar implementasi kebijakan nantinya tidak salah arah dan berakibat negatif bagi perekonomian nasional.
"Supaya penerapan BMAD dan BMTP tidak salah dan berakibat negatif bagi perekonomian nasional. Sekali lagi Kami menekankan agar Kemendag koordinasi hasil verifikasi KADI dan KPPI nantinya," katanya.
Secara prinsip, lanjut dia, pihaknya mensupport adanya rencana kebijakan tersebut, namun kebijakan itu mesti didukung data yang valid dan kredibel.
"Intinya kita setuju dikenakan bea masuk anti dumping. Hanya saja besarannya harus divalidasi dengan data yang kredibel. Jangan sampai niat baik ini malah blunder karena abai terhadap akurasi data dan bisa berdampak luas ke sektor industri pada umumnya," kata dia.
Darmadi menyebut, rencana kebijakan menaikkan BMAD juga mesti dilihat dari aspek persaingan usaha yang terjadi di lapangan. Terutama, melihat data verifikasi KADI dimanipulasi oleh pihak tertentu karena persaingan bisnis, sehingga hasil verifikasi tidak kredibel.
Sebaliknya, data yang akurat dan komprehensif menjadi sangat fundamental dalam menyusun sebuah kebijakan.
"Maksud saya, saya khawatir Kemendag menerapkan kebijakan BMAD atas usulan KADI itu bukan atas dasar kajian tapi atas adanya desakan dari para entitas bisnis tertentu demi melindungi kepentingan bisnisnya,” katanya.
“Jika fenomena ini yang jadi alasan menaikkan BMAD itu sama saja menambah keruwetan baru. Kami khawatir nantinya para pebisnis besar memanfaatkan BMAD dengan seenaknya menaikkan harga nantinya karena menganggap tidak ada pesaing lagi ketika impor distop," kata Darmadi.
Darmadi mencontohkan, khusus untuk industri keramik misalnya, jika melihat data kebutuhan keramik yang ada skema impor masih sangat dibutuhkan di tengah tingginya permintaan dalam negeri.
(SLF)