IDXChannel - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Di Amerika Serikat, lanjut Erick, terdapat 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di mana terdapat 300 juta populasi yang rata-rata pendapatan per kapita (GDP) mencapai USD 40.000
Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.
"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick di Tokyo, Jepang, Selasa (22/8/2023).
Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick membuka opsi adanya penggabungan (merger) tiga maskapai penerbangan pelat merah. Ketiganya adalah PT Garuda Indonesia Tbk, Citilink Indonesia, dan Pelita Air Service.
Aksi korporasi itu sekaligus menekan biaya logistik di sektor penerbangan. Sebelumnya, langkah efisiensi sudah dilakukan di internal BUMN Pelindo dengan cara menggabungkan empat perusahaan Pelindo menjadi satu holding.
"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat (perusahaan) menjadi satu. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," kata dia.
Adapun merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan.
Keempatnya terdiri dari PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.
(SLF)