Menurut Tauhid, AS menerapkan tarif resiprokal karena adanya hambatan dari negara lain, termasuk non-tariff barrier yang membuat barang AS menjadi lebih mahal. Beberapa komoditas seperti alkohol dan bahan kimia menjadi sorotan AS.
"Dan saya kira memang harus dicermati reciprocal tariff ini, kalau saya baca detail sebenarnya bukan semata-mata tarifnya tapi non-tariff yang kemudian dihitung sebagai cost, biaya yang cukup besar," kata Tauhid.
Dia mengakui memang ada ketimpangan penerapan tarif impor antara AS dan Indonesia. Misalnya, impor pakaian dari AS ke Indonesia dikenakan tarif 12,7 persen sementara tarif impor pakaian dari Indonesia hanya 1,7 persen. Oleh karena itu, dia menyebut, perlu komunikasi lebih lanjut antara Indonesia dan AS terkait komoditas perdagangan kedua negara.
(Rahmat Fiansyah)