IDXChannel - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate memaparkan bahwa kebijakan fiskal pemerintah yang agresif adalah upaya mengatasi pandemi. Namun hal itu menimbulkan aksi inflasi serta tingkat investasi yang lemah sehingga berdampak pada pertumbuhan khususnya investasi pada human capital dalam hal ini digital.
"Kita ingin agar pertumbuhan yang ditopang konsumsi juga ditopang produksi dan investasi juga ekspor yang memadai pada proses recovery ekonomi nasional kita," kata Johnny dalam diskusi di laman YouTube OJK, Jumat (27/8/2021).
Menurut data yang dipaparkan Johnny, 93,3% dari 30 negara emerging market dan developing economist dan 100% dari 34 negara advanced economies menerapkan paket dukungan fiskal di 2020 untuk mengatasi pandemi.
"Government spending menjadi stimulus penting untuk mengatasi ekonomi
guna memulihkan perekonomian, di seluruh dunia mulai mengadopsi pengetatan kebijakan fiskal di tahun 2021," katanya.
Indonesia sendiri telah menerapkan kebijakan fiskal yang agresif dimana tanah air membuka disiplin fiskal yang sebelumnya terbilang konservatif
dengan posisi defisit anggaran yang dibatasi amanat UU negara 3% dari PDB menjadi sangat agresif bahkan dibuka ruang 10% dengan kehati-hatian pemerintah memanfaatkan 6% pelebaran hutang kita dari PDB di 2020 dan semakin diketatkan 5,7% dari PDB di 2021.
"Saat ini proses sirkulasi APBN sedang berlangsung di DPR RI untuk tahun 2022, pelaku industri termasuk dari jasa sektor keuangan perlu mengantisipasi dari dampak kebijakan pengetatan fiskal secara bertahap seperti ini dampak tingkat tehadap suku bunga, crowding in and out effects, iklm kompetisi hingga pembiayaan inovasi berbasis teknologi digital," jelasnya. (TIA)