IDXChannel - Belakang ini, sektor energi mengalami pengaruh signifikan dari pandemi, sama seperti sektor-sektor lain dari pertumbuhan ekonomi suatu negara masa covid 19.
Begitu pula tinjauan stimulus fiskal terhadap sektor energy yang dialami sektor kelistrikan yang masih mampu bertahan dibanding sektor energy lainnya.
"Meskipun angka kasus terpapar telah dapat ditekan dan tingkat vaksinasi di dunia yang telah cukup tinggi di berbagai negara, namun sektor transportasi global sebagai sektor penting dari pergerakan ekonomi karena penggunaan energi bahan bakar masih terpukul," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Imaduddin Abdullah, Kamis (9/12/2021).
Hal tersebut ditandai dengan sektor penerbangan dunia yang pertumbuhannya masih masih jauh di bawah level sebelum pandemi. Demikian pula tingkat kemacetan yang menurun di berbagai negara.
"Akibatnya, permintaan terhadap energy di seluruh dunia menjadi terpukul, kecuali di China. Pemintaan terhadap minyak turun jauh di USA (-11%), Eropa (-13%), OECD (-12,5%), demikian pula permintaan terhadap Batubara di USA ( -19,1%), Eropa (-15,8%) OECD (-15,2%). Juga terhadap energy Gas yang turun di USA (-2,3%), eropa (-3,1%) dan OECD (-2%)," beber dia.
Menurut dia, penurunan permintaan sektor energi disebutkan paling rendah di masa pandemi sejak perang dunia ke 2. Hal itu juga berdampak pada harga komoditas energy dunia yang mengalami penurunan paling rendah semasa pandemi.
"Uniknya setelah melewati masa buruk pandemi, indeks harga komoditas energi dunia pada 2021 melesat jauh ke angka 120 ketimbang sebelum pandemi yang hanya sekitar 80," paparnya.
Hal itu terjadi karena adanya perbaikan ekonomi di sejumlah negara di mana demand terhadap energi mengalami peningkatan cukup signifikan. Meski supply terhadap energy di sejumlah negara masih tertahan karena protokol kesehatan.
Ke depan, sektor energy masih mengalami tantangan besar terutama dari mutase virus covid 19 ataupun dari keberadaan vaksinasi yang timpang di berbagai negara. Kemudian juga tantangan dari target energy nasional terutama pada bauran energy baru dan terbarukan (EBT) dari 10,5 % (2015) menjadi 23% pada 2025.
Tak ketinggalan juga tantangan dari stimulus fiskal yang diberikan pemerintah Indonesia yang cukup besar terhadap sektor lain, tetapi hanya sedikit terhadap sektor energy khususnya EBT.
(SANDY)