Sehingga memborong dalam jumlah besar seperti yang dikhawatirkan selama ini hanyalah bisa dilakukan oleh masyarakat kelas atas yang ingin mencari keuntungan di tengah situasi tidak menentu.
“Harapannya masyarakat yang mampu tidak memborong lalu menjual kembali. Biasanya yang borong itu masyarakat yang mampu, jadi ini disayangkan karena masyarakat kecil jadi terdesak kembali. Padahal kalau bisa memastikan penjualan ke orang yang berhak, menurut saya pembatasan tidak perlu” ucap Mulyawan.
Maka dari itu, dia mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan agar distribusi Minyakita bisa tersalurkan pada konsumen yang sungguh-sungguh membutuhkan.
"Dari Satgas Pangan juga sudah beberapa daerah yang kami suruh ikut memantau, tapi kebanyakan teman-teman di kantor wilayah lebih tahu, kami (di pusat) hanya terima laporan, tapi ikut komunikasi,” ujar Mulyawan.
Di sisi lain, pembelian Minyakita yang dibatasi 2 liter per orang dalam sehari menuai kritik ibu rumah tangga. Mereka menyebut hal itu memberatkan mengingat kebutuhan minyak goreng dalam sehari melebih dari 2 liter.
Berdasarkan hasil wawancara tim MNC Portal Indonesia (MPI) dengan beberapa ibu rumah tangga di perumahan Citra Villa Mangunjaya, mereka rata-rata membeli minyak goreng bukan hanya untuk konsumsi keluarga melainkan juga untuk keperluan masak makanan yang hendak didagangkan.
"Sangat keberatan, soalnya saya butuh minyak per harinya banyak. Terutama saya juga butuh untuk jualan (gorengan). Jadi sebaiknya jangan di batasi," ujar Ibu Nabil saat ditemui MPI, Sabtu (18/2/2023).
Kemudian, hal senada juga diungkapkan Ibu Indah. Menurut dia, harga minyak goreng saat ini masih terbilang mahal. Dia mengungkapkan, terakhir membeli Minyakita seharga Rp 17.000 per liter.
Oleh karena itu, jika ke depan Minyakita sudah banyak tersedia di pasar tradisional dan dijual murah Rp 14.000 per liter, Indah minta agar tidak dibatasi pembeliannya. "Jangan dibatasi, karena (kebutuhannya) kurang," tuturnya.
(FRI)